Saya
ingin waktu yang saya miliki tiap detik memiliki nilai manfaat bagi kehidupan
saya, keluarga dan orang lain. Saya tak ingin menyia-nyiakan waktu saya, maka
setelah mengajar saya turun ke sawah untuk bercocok tanam. Sebenarnya saya dan
suami tidak memiliki ilmu bercocok tanam. Akan tetapi kami memiliki keyakinan,
semua bisa dipelajari.
Awal
menikah kami mencoba peruntungan menanam kacang hijau. Hasil panen tidak dapat
mengembalikan modal awal. Gagal total, alias merugi. Setelah itu berturut-turut
kami menanam padi, jagung, dan kacang tanah. Dari sini baru saya tahu semua
membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Saya dan suami dapat menikmati hasil
jerih payah. Yang kami dapat bisa saya tabung untuk membangun rumah.
Setelah
saya menempati rumah sendiri (menempati sawah milik mertua), saya mulai belajar
bercocok tanam komoditas lainnya. Ada lombok, kacang panjang, mentimun,
kangkung darat, sawi hijau, bayam cabut dan pare. Semua saya tanam secara
bergantian, akan tetapi ada yang multikultur. Keuntungan multikultur adalah
hasil panen lebih optimal. Bila yang satu gagal, maka panen sayuran yang lain
dapat menutupi biaya yang kami keluarkan.
Dari
beberapa sayuran yang saya sebutkan, sepertinya saya lebih sreg atau pas kalau
menanam kacang panjang dan mentimun. Keduanya termasuk sayuran berumur pendek,
cepat dipanen, dan harga jualnya juga tinggi. Meski harga jatuh, setelah
dihitung-hitung hasilnya dua kali dari pengeluaran (syarat : pengairan cukup).
Artinya keuntungan minimal 100%.
Biasanya
panen perdana sengaja kami sedekahkan kepada tetangga, teman-teman guru, atau
saudara. Suami saya lebih puas bila mereka memanen sendiri di kebun kami.
Ada
kepuasan tersendiri bila melihat kebun yang sarat dengan buah. Rasa lelah tidak
pernah membuat saya cepat istirahat, justeru lebih puas lagi kalau habis dari
kebun malamnya dilanjutkan menulis. Menulis apa saja yang saya alami sejak pagi
sampai malam hari. Dari mengajar, berkebun dan mengerjakan pekerjaan rumah
tangga.
Sejak
SMA kegiatan menulis sudah saya lakukan. Malah Cerpen yang saya ketik (manual)
ada yang dimuat di Majalah lokal. Sampai sekarang kegiatan menulis tidak saya
tinggalkan. Meskipun baru beberapa Cerpen dan Sajak sempat dimuat di media
massa, tapi saya puas. Sekarang ingin membuat buku.
Ternyata
bercocok tanam dan menulis adalah kegiatan yang tak bisa dipisahkan dari
kehidupan saya. Rasanya hidup saya lebih berarti dengan mengerjakan rutinitas
saya. Saat ini saya menanam kacang panjang, mentimun, gambas (oyong), dan
kangkung darat. Paling tidak untuk mentimun satu bulan lagi bisa dipanen.
Alhamdulillah, Allah menunjukkan rejeki saya dengan bercocok tanam dan menulis.
(SELESAI)
Karanganyar, 1 Maret
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar