Kenalan
saya, sepasang suami isteri. Sang isteri asli dari Karanganyar dan suaminya
berasal dari Purbalingga. Pernikahan mereka belum dikaruniai anak. Awal saya
dan suami mengenal mereka, karena mereka tinggal di rumah tetangga
(saudaranya).
Suami
isteri tersebut, sebut saja Ali dan Tinah, berjualan tahu kupat. Untuk kupat
dan mie basah mereka membeli yang sudah matang atau siap saji. Sedangkan untuk
yang lain, tahu, kacang, tempe, bakwan dan lain-lain, mereka masak sendiri.
Awalnya
Mas Ali berjualan keliling. Setiap berangkat dan pulang berjualan selalu
melewati depan rumah saya. Beberapa kali saya membeli produk tahu kupat buatan
Mas Ali. Menurut saya, kuah/kinca yang digunakan rasanya sudah pas di lidah.
Belakangan
saya tahu, mereka akhirnya mendirikan tenda di sebuah tempat di sekitar
kompleks sekolah. Kebetulan tempatnya strategis. Ada beberapa SMK, SMA/MAN, dan
SD. Baru beberapa minggu berjualan di tempat tersebut, suami isteri tadi kewalahan
melayani pembeli alias laris.
Sayang
beberapa hari kemudian saya tidak mendapati warungnya. Tidak berjualan! Suatu
saat saya bertemu dengan Mas Ali dan mbak Tinah. Saya bertanya kok warungnya
tutup? Jawabannya adalah kebetulan mereka barusan pulkam alias pulang kampung
atau mudik. Ada kepentingan dengan orang tuanya.
Setelah
pulkam itu mereka tidak bersegera berjualan tahu kupat lagi. Mereka ganti
haluan, berjualan bantal dan guling (berisi dakron) berkeliling. Saya tidak
habis mengerti mengapa bisnis tahu kupat yang laris manis dan pelanggannya
sudah banyak, ditinggalkan begitu saja. Lantas menggeluti bisnis bantal guling
yang belum jelas pasarnya.
Kalau
dinalar, jualan tahu kupat sudah jelas laku dan keuntungan tinggal mengalikan
dengan berapa porsi yang terjual. Sedangkan untuk berjualan bantal guling,
dengan menarik gerobak, tidak tiap hari laku, bagaimana mendapat untung?
Suatu
hari saya bertanya pada Mas Ali, mengapa tidak berjualan tahu kupat lagi? Mas
Ali menjawab bahwa isterinya tidak mau lagi terlalu repot.
Akhirnya
mbak Tinah bekerja sebagai pembantu rumah tangga, Mas Ali sendiri juga tidak
melanjutkan usahanya berkeliling menjajakan bantal gulingnya. Yang saya lihat
Mas Ali malah tidak bekerja.
Kemudian
saya mendengar Mas Ali bekerja pada warung sate ayam. Itu saja tidak genap satu
minggu. Karena sakit diare, Mas Ali ijin tidak masuk bekerja. Tapi setelah
sembuh juga tidak bekerja lagi.
Terakhir
saya tahu dari suami saya kalau Mas Ali sekarang menerima pijat panggilan.
Sedangkan isterinya tidak lagi bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Isterinya
tinggal di Purbalingga di rumah mertua. Mas Ali sendiri berada di Karanganyar
dengan mengontrak rumah.
Sampai
saat ini saya sempat bertanya-tanya: mengapa pasangan Mas Ali dan mbak Tinah
meninggalkan bisnis tahu kupat yang sudah jelas pasarnya, sudah jelas
keuntungannya. Lalu memilih hidup dengan pekerjaan yang tidak pasti? Kalau Mas Ali
memiliki kelebihan memijat orang, seharusnya bisa digunakan sebagai pekerjaan
sampingan setelah berjualan.
Akan
tetapi semua tergantung pada pihak-pihak yang mau melaksanakan. Mungkin bagi
mereka hidup itu suka-suka mereka. Ya sudah, buat saya pribadi sesuatu yang
bisa diraih (rejeki) sudah di depan mata jangan diabaikan/ditinggalkan!(SELESAI)
Karanganyar, 28 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar