SENIMAN
ANGKLUNG, NGAMEN SANTUN
Oleh
: Kahfi Noer
Tanggal
1 Mei 2014 yang lalu saya mudik ke Yogyakarta, karena Ibu sakit. Kebetulan saya
mengikuti rombongan teman-teman kantor yang akan menjenguk Ibu saya. Dari Kab.
Karanganyar, kendaraan yang kami tumpangi penuh sesak. Tapi saya bersyukur,
karena jagoan saya Faiz 4 tahun tidak rewel dengan udara yang panas.
Setelah
menjenguk Ibu, teman-teman saya melanjutkan perjalanan ke Pantai Depok, Kab.
Bantul, DIY. Saya sendiri tetap tinggal di rumah sakit berkumpul dengan kakak,
adik dan keponakan-keponakan saya.
Saya
berkencan dengan teman-teman, bertemu di Malioboro pada jam tertentu. Sebelum ke
Malioboro, saya bermaksud ke rumah Bapak dan Ibu dulu. Lalu saya dari rumah
sakit putar-putar dulu menuju tempat-teman yang dulu pernah kami lewati bersama
suami dan Faiz.
Sampai
di perempatan Ngampilan, ada kelompok seniman Angklung di pinggir jalan dekat
lampu Bangjo. Begitu lampu merah menyala, para seniman memainkan alat musiknya.
Saya sangat terpesona. Suami saya menyuruh saya turun dari sepeda motor dan
mengambil gambar. Salah satu dari seniman tersebut mengulurkan kartu nama.
Gambar 1. Memainkan musik Angklung (dokumen pribadi)
Gambar 2. Bermusik sambil mengahalau polusi (dokumen pribadi)
Setelah
memasukkan uang ke wadah yang disediakan seniman angklung, kami melanjutkan
perjalanan lagi. Ternyata di sebelah selatan, tepatnya di simpang empat
Tamansari, di pinggir jalan dekat lampu bangjo ada kelompok seniman angklung
yang lain. Kali ini seragamnya lebih menyala, MERAH. Tapi sayang, suami tidak
memberi waktu pada saya untuk jepret gambar.
Belum
sampai rumah orang tua saya, saya dikirimi pesan singkat oleh teman saya, saya
sudah ditunggu di Malioboro. Akhirnya saya diantar suami ke Malioboro.
Bertemu
teman-teman saya, setelah makan di lesehan yang harganya “ngepruk” kantong,
saya berkesempatan membeli lumpia khas Semarang.
Gambar 3. Lumpia Khas Semarang (dokumen pribadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar