TAWANGMANGU,
PESONA INDAHMU
Oleh
: Kahfi Noer
Hari
ini saya bersama tiga orang teman saya harus melaksanakan kunjungan ke rumah
siswa. Kebetulan kami harus ke Jumantono dan Tawangmangu. Di Jumantono, kami
sukses mencari rumah siswa. Perjalanan dilanjutkan ke Tawangmangu.
Dari
Jumantono ke Tawangmangu kami melewati Kecamatan Matesih. Kebetulan Matesih
merupakan daerah yang tinggi. Dari Matesih menuju Karangpandan, jalannya mulai
menanjak naik. Saya berdoa, Ya Allah, jangan titipkan padaku pusing alias mabuk
perjalanan. Saya memang mabuk pada ketinggian tertentu, pusing yang
berkepanjangan apalagi terlambat makan.
Alhamdulillah,
saya melewati perjalanan dengan penuh suka cita, tidak pusing (walaupun
berpuasa). Sepanjang perjalanan, yang saya lihat adalah kebun sayuran. Semuanya
hijau! Saya dan teman saya puteri begitu takjub, dengan buatan Allah Yang Maha
Pandai. Tanah dengan kemiringan curam, semua ditanami sayuran.
Halaman
rumah, teritisan, dan tanah sempit pun, semua ditanami sayuran. Paling tidak
daun loncang, sawi hijau dan wortel. Pingin rasanya saya keluar dari mobil dan
mencabut sayuran-sayuran itu.
“Wow,
ini kita dapat tugas. Bukan piknik.”kata teman saya “sopir” mobil.
“Gemes
rasanya.”
“Rumahnya
pindah sini saja?”
“Tidak
perlu pindah, tapi di sini juga punya lahan. Hehe.”saya menimpali.
Saya
lupa, biasanya ke mana-mana saya membawa kamera. Justeru kali ini tidak. Apalagi
tiga teman saya juga tidak mau memotret saya nampang di kebun sayuran di
Tawangmangu, menggunakan hape mereka. Nasib, nasib.... rutukku.
Mungkin
bagi teman saya semua yang ada di Tawangmangu biasa saja. Akan tetapi bagi saya
berbeda. Tawangmangu adalah tempat yang indah. Tempat di mana saya mendapatkan
inspirasi untuk menulis.
Kalau
tidak karena acara kunjungan ke rumah siswa, mungkin saya akan berlama-lama
tinggal di sini. Mencari bahan tulisan, bincang-bincang dengan petani yang
memanen daun loncang atau buruh-buruh yang mencuci wortel di selokan. Selokan yang
airnya benar-benar jernih. Air keluar dari mata air pegunungan. Subhanallah.
Sebentar
kemudian kami sampai di rumah siswa. Setelah kepeluan cukup kami pulang. Perjalanan
pulang, kami lebih santai. Kami benar-benar menikmati perjalanan. Salah satu
teman saya berkata,”Andaikan hari ini tidak puasa, pasti saya ajak mampir
makan-makan.”
“Makan?
Lain kali saja Pak, kita ke sini lagi....”seru saya.
Kami
berempat tertawa. Perjalanan pulang, saya kok jadi berkomunikasi dengan diri
saya sendiri. Orang Tawangmangu, hidupnya mapan. Bertani walaupun hasilnya
kecil tapi tetap bisa makan. Mereka hidup tidak menghambur-hamburkan uang.
Laki
dan perempuan yang usianya tidak muda lagi tetap giat bekerja. Memanggul hasil
panenan dengan berjalan kaki padahal jalannya menanjak. Mereka tidak berkeluh
kesah. Canda tawa mengiringi perjalanan mereka. Bincang-bincang ringan dengan
sesama petani menunjukkan seolah tak menanggung beban hidup.
Tawangmangu,
Pesona Indahmu. Tunggu, aku akan kembali lagi, suatu saat nanti. (SELESAI)
Karanganyar, 15 Juli
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar