Aku ingin selalu bersama
keluarga. Tidak hanya di akhir pekan saja. Aku ingin setiap hari bisa menikmati
waktu bersama ayah, mama dan adikku.
Ayah dan mama bekerja
sebagai guru. Ayah sangat sibuk. Setiap hari, sepulang mengajar ayah selalu
keluar untuk melakukan kegiatan olah raga. Kalau mama tidak begitu sibuk. Mama
selalu menyempatkan untuk berkumpul bersama anak-anak.
Kadang aku berpikir, jaman
sekarang orang tua sibuk mencari nafkah itu biasa. Tapi mama berbeda. Sesibuk
apapun pekerjaan mama bila waktunya harus bertemu dengan aku dan adikku bisa
jadi pekerjaannya ditinggal.
Mama memang luar biasa. Apa
saja bisa mama lakukan sendiri. Barulah kalau mama tidak sanggup melakukan
suatu pekerjaan, mama akan minta bantuan ayah.
Pagi hari, mama sudah
menyiapkan segalanya untuk kami sekeluarga. Aku tinggal menikmati teh hangat
tanpa harus memasak airnya. Aku akan menikmati sarapan tanpa harus menanak
nasi. Berangkat ke sekolah, aku dan adik diantar ayah. Kebetulan aku sekolah di
mana ayah mengajar.
Sebelum pergi untuk mengajar,
mama selalu membereskan semuanya terlebih dahulu. Aku pulang sekolah tidak sama
waktunya dengan ayah. Aku selalu mampir dulu ke rumah temanku, Mutia. Rumah
Mutia dekat dengan sekolah. Tidak hanya aku yang sering menumpang menunggu
jemputan orang tua. Teman-temanku yang lain juga menumpang untuk beristirahat.
Daripada pulang lalu balik lagi untuk mengikuti les pelajaran tambahan.
Kalau sudah waktunya ayah
atau mama pulang dari mengajar, aku mengirim pesan pada beliau untuk menjemput.
Yang sering menjemput aku adalah mama. Sepertinya mama tidak mau kehilangan momen
ini. Mama selalu bercerita itu. Mama tidak akan membiarkanku bersusah payah
untuk sampai di rumah.
Bila saatnya les, mama akan
mengantar. Lalu bergantian dengan ayah menjemputku di tempat les. Setelah di
rumah, pasti mama mendekatiku sekedar mendengarkan aku bercerita tentang apa
saja yang terjadi selama sehari ini.
Mungkin aku terlalu dekat
dengan mama. Kalau aku berbagi cerita dengan teman-teman, biasanya mereka
bilang aku dekat dengan mama. Dan aku bangga itu!
Bila suatu saat ayah
mendapat tugas ke luar kota beberapa hari, aku tak perlu risau. Karena biasanya
ayah hanya mengantar aku sekolah. Urusan yang lain tetap mama yang melakukan.
Suatu hari mama akan mengikuti pelatihan. Beberapa hari mama harus menginap
karena jadwal pelatihan selesai sampai sepuluh malam. Pelatihan diadakan di
Tawangmangu. Untuk pulang ke rumah, jelas itu tidak mungkin.
Jelas aku kalang kabut. Aku
tidak yakin alias meragukan ayah. Apa-apa aku lakukan sendiri. Cuci baju,
seterika, membeli makan, aku kerjakan sendiri. Belum lagi aku harus menyediakan
keperluan dan seragam adik kecilku.
Hanya empat hari ditinggal
mama, tapi serasa lama sekali. Dan ini yang paling membuatku lebih menyadari :
betapa sayang dan perhatiannya mama pada keluarga. Mama mengikuti pelatihan
hari Senin-Kamis. Hari Selasa mama mengirim pesan pada ayah, seragam adikku
yang dikenakan adalah hijau. Hari Rabu mama tidak mengirim pesan tentang jadwal
seragam adikku. Aku sendiri juga tidak hapal (tidak pernah memperhatikan), ayah
juga tidak hapal. Adikku mengenakan
seragam biru kotak-kotak.
Ketika ayah menjemput
adikku, Bu Lastri (Bu Guru sekaligus yang mengelola tempat penitipan anak)
bercerita kalau tadi pagi seragamnya keliru. Seharusnya putih-putih, bukan biru
kotak-kotak. Karena adikku menangis, mungkin malu seragamnya salah, maka Bu
Lastri memberikan seragam baru lagi yang putih-putih. Padahal memakai biru juga
tak apa-apa.
Ayah tidak bercerita pada
mama soal seragam yang keliru. Hari Kamis mama mengirim pesan, hari ini adik
memakai seragam olah raga. Sukses!
Hari ini mama selesai
mengikuti pelatihan dan pulang ke rumah. Mama membawakan kami jeruk baby yang
super manis. Sore hari, mama mau menyeterika seragam. Anehnya, kata mama kok seragam
olah raga adik ada di almari. Padahal tadi dipakai untuk olah raga. Ternyata
ayah salah mengambilkan. Seragam olah raganya memang sama. Tapi tulisan di
punggung berbeda. Dan adik bukan mengenakan seragam TK-nya melainkan seragam
olah raga dari penitipan anak. Ternyata mama lebih teliti daripada ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar