Wajah saya tidak
cantik, biasa-biasa saja alias pas-pasan. Bila kantong tidak tebal, menggunakan
bedak dan lipstik murah pas banget untuk muka dan bibir saya. Kerudung instan
yang langsung siap pakai juga pas bila saya pakai untuk bentuk muka saya yang
oval. Bila memakai kerudung yang harus disemat dengan peniti pas banget untuk
menyamankan pemakaian.
Saya sangat
bersyukur dengan wajah yang pas-pasan
yang diberikan oleh Allah. Hikmahnya agar saya tidak takabur. Saya juga sangat
berterima kasih pada Bapak tercinta yang telah memberi nama saya Kaltsum, yang
artinya cantik. Bapak tidak salah memberi nama saya.
Sewaktu masih anak-anak, saya termasuk anak yang sering sakit. Tubuh saya kurus, malah bisa
dikatakan kerempeng. Tapi saya memiliki kelebihan yaitu tinggi badan saya tidak
termasuk pendek. Warna kulit saya sawo matang. Dengan mata sipit, saya juga
menjadi mudah dikenal.
Pada suatu hari,
waktu itu saya masih duduk di bangku SMP, tetangga saya bercerita kalau saya pernah
digunjing oleh seseorang. Orang yang menggunjing saya usianya sebaya dengan
saya. Sebut saja namanya Janet. Rumah Janet berada di depan rumah saya.
Kebetulan orang tua Janet menyewa tanah lalu membangun rumah sendiri.
Kata tetangga
saya : Janet mengatakan bahwa di antara 5 anak perempuan Bapak saya, yang
wajahnya jelek adalah saya. Saya tersenyum tidak marah kala itu. Tetangga saya
tentunya juga tersenyum.
Biarpun wajah
saya jelek, tidak secantik Anggun C Sasmi, tapi hati saya baik. Anggun C Sasmi
waktu itu banyak dikenal orang sebagai artis dengan suara emas. Rambut panjang
dan giginya yang gingsul menjadi ciri khas Anggun C Sasmi. Antara saya dan
Anggun ada persamaan yaitu sama-sama berambut panjang! Hanya itu saja.
Selebihnya tidak.
Di dalam
keluarga saya, saya dikenal anak yang suka bekerja keras membantu orang tua.
Waktu itu Ibu berjualan di pasar. Setiap hari libur saya harus membantu di
pasar. Kalau pulang sekolah, saya juga menyempatkan diri mampir ke pasar untuk
membantu Ibu meski hanya sebentar. Bila malam hari, saya juga membantu kulakan
dagangan. Mengeluh? Oh, tidak. Senang sekali.
Saya sekolah di
SMP MUH 3 Yogyakarta. Waktu itu saya libur hari Jumat. Hari Minggu masuk
seperti biasa. Semua sekolah Muhammadiyah liburnya hari Jumat. Pernah suatu
pagi, saya kelas 3 SMP, saya tertidur pada jam antara 1-3. Saya dibangunkan oleh
teman sebangku saya. Alhamdulillah, tidak sampai ketahuan guru. Saya
benar-benar lelah, dan harus melek hingga malam karena menunggu dagangan datang
waktu kulakan.
Kalau Janet
menilai saya hanya fisiknya saja, itu keliru besar. Karena biarpun wajah saya
jelek tapi hati saya mulia. Dan dia juga tidak tahu, saya taat beribadah. Itu
yang diajarkan orang tua. Semua yang kita miliki harus kita syukuri dengan taat
beribadah.
Mengapa saya dan
tetangga saya tersenyum dengan kata-kata Janet, yang katanya wajah saya jelek?
Kata orang Jawa “wong kuwi ora isa ndelok githok-e dhewe” atau orang itu tidak
bisa melihat tengkuknya sendiri. Mengapa demikian? Saya tidak mengatakan kalau
Janet itu jelek. Sungguh, saya tidak menilai seseorang hanya berdasarkan
fisiknya saja. Janet itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: gigi
tonggos/mrongos, kulit hitam, perawakannya pendek, gemuk dan suaranya agak
cempreng.
Saya tidak
secantik Anggun C Sasmi, tapi saya tidak balik menyerang Janet. Biarlah, toh
wajah saya juga ajeg tidak berubah. Kalau saya cantik, kecantikan saya tidak
berkurang. Kalau wajah saya dinilai jelek, wajah saya juga tidak semakin jelek.
Allah lebih tahu dengan keadaan saya sekarang. Bersyukur dengan wajah pas-pasan
lebih nyaman daripada menjadi kerdil karena tidak cantik.
Janet, apa kabar? Sekarang kau berada di mana? Maaf ini kisahku, jadi aku harus menulisnya!
Karanganyar, 12 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar