Oleh : Kahfi Noer
Pagi ini aku diajak sarapan oleh teman-teman di warung sederhana. Beginilah
sukanya menjadi teman sebagai pendengar yang baik. Ke mana saja diajak, tentu
dengan harapan aku mau mendengarkan curhat siapa saja. Aku memang suka menjadi
pendengar tanpa memotong cerita lebih dahulu. Karena aku membutuhkan referensi,
butuh cerita orang lain sebagai bahan menulis. Bagaimanapun aku butuh bahan
tulisan. Enaknya bahan tulisan itu tidak harus aku baca lebih dahulu. Cukup dengan
mendengarkan.
Kali ini Halim bercerita lagi tentang anaknya yang besar kelas VIII,
namanya Faiq. Anak laki-laki dengan kaca mata minus sudah tebal itu tinggal di
pondok pesantren di luar kota. Hari ini Faiq dan temannya akan berkunjung ke
ponpes wilayah Solo. Halim senang bukan main. Setelah bercerai dengan
isterinya, talak 3 tanpa sidang tanpa hakim alias lisan saja, anak-anak dibawa
isterinya semua.
“Anak saya mau datang ke sini, Bu.”
“Tinggal di sini atau hanya berkunjung?”
“Dia mau dolan ke ponpes sama temannya. Beberapa hari akan tinggal di
rumah kakeknya.”
“Oh gitu ya.”
“Bu, coba saja kalau isteri saya masih bisa kembali lagi. Saya mau
memperbaiki diri,”kata PakHalim.
“Nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terlanjur, Pak.”
“Bu, Aa Gym itu kok bisa menikah lagi dengan mantan isterinya. Padahal mereka
bercerai resmi di Pengadilan Agama. Saya belum diproses di Pengadilan Agama kok
tidak bisa kembali lagi ke isteri saya?”
“Pak, jenengan tahu kan kalau talak 3 itu beda dengan talak satu. Jenengan
juga lebih tahu soal agama daripada saya. Kalau Aa Gym itu talak 1 Pak. Sedangkan
jenengan talak 3. Dan isteri jenengan punya keyakinan meskipun belum sidang di
Pengadilan Agama, tapi jenengan sudah mengucap talak lebih dari tiga kali dalam
waktu tidak sama atau berselang. Pak, ucapan talak atau cerai itu tidak boleh
main-main. Kalau jenengan punya itikad yang baik, monggo diproses secara legal.
Biar mantan isteri statusnya jelas. Mungkin dia ingin menikah lagi.”
Halim tidak menanggapiku. Ya sudah berarti pembicaraan ini sudah selesai.
Dan aku terus berdiskusi dengan hati nuraniku. Orang yang belajar agama, tahu
tentang agama dan ilmunya banyak, memberi ceramah pengajian, memberi solusi
bagi orang yang kena masalah tapi tidak bisa menerapkan ilmunya itu untuk
dirinya sendiri. Untuk kehidupannya dan keluarganya, ilmu itu tinggallah
tulisan yang hanya disebarluaskan. Bukan diambil hikmahnya.
Halim tahu secara teori tentang perceraian, tapi tidak bisa menerapkan
ilmunya itu untuk dirinya sendiri. Mengapa dia bisa mengucap talak sampai lebih
dari 3 kali tapi dia mengatakan tidak menyadari hal itu. Dan tidak tahu kalau
ucapannya itu berakibat dia tidak bisa kembali pada mantan isterinya sebelum mantan
isterinya menikah dengan orang lain.
Alhamdulillah, sarapan pagi ini terasa nikmat. Nasi gudang dengan tahu
dan tempe bacem. Teh nasgitel tidak lupa aku cicipi meskipun akhirnya aku tuang
ke dalam botol plastik yang selalu aku bawa ke mana-mana.(SELESAI)
Karanganyar, 8 April
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar