Tips Berhemat
dengan Membawa Kotak Makanan dan Botol Minuman
Gambar 1. Kotak Makanan dan Botol Minuman
Ketika mendengar saran orang lain untuk berhemat, rasanya itu sudah saya
lakukan sejak kecil. Bahkan di antara anak-anak Ibu dan Bapak, saya adalah anak
yang gemi (hemat) tapi tidak pelit. Saya membelanjakan uang dengan bijak. Ketika
masih sekolah saya berusaha menyisihkan beberapa koin untuk saya simpam dalam
celengan. Bila harus jajan saya akan membeli makanan yang mengenyangkan perut,
tidak sekedar ingin mencoba jajanan yang baru.
Sejak kecil Ibu sudah membiasakan kami untuk sarapan. Sarapan pagi memang
tidak harus Ibu yang memasak sendiri. Di tahun 80-an, belum ada magic com, magic
jar, belum ada rice cooker, belum ada perlengkapan masak yang praktis dengan
energi listrik. Padahal Ibu pagi-pagi harus ke pasar untuk berjualan dan Bapak
bekerja sebagai tukang kayu.
Biasanya Ibu membelikan sarapan di rumah tetangga. Lebih praktis dan
hemat. Namanya juga sarapan, jadi yang dimakan tidak terlalu banyak. Kalau sedang
tidak mood makan, satu bungkus nasi untuk berdua. Yang penting bisa untuk
menegakkan punggung dan tidak lemas hingga pulang sekolah. Masa saya sekolah
dulu, SD sampai SMA, perasaan sekolah sampai jam setengah dua itu santai sekali
dan tidak merasa berat. Uang saku kami sangat terbatas.
Setelah Ibu di rumah, Ibu akan menanak nasi dan memasak sayur dan membuat
lauk seadanya. Tahu, tempe, telur, dan ayam goreng. Jangan membayangkan semua
dinikmati secara berlebihan. Kami, anak-anak Ibu berenam selalu bersyukur
setiap menyantap makanan. Bagi kami, betapa nikmat Allah luar biasa. Kami tak
pernah berebut dan selalu menerima apa adanya.
Setelah berkeluarga saya tetap membiasakan sarapan di rumah, makan siang
dan makan malam dengan tidak berlebihan. Sekarang lebih praktis, memasak beras
memakai magic com pada malam hari. Pagi harinya membuat lauk yang praktis yaitu
tempe goreng, telur dadar, atau tahu goreng. Saya tidak memasak sayur, cukup
membeli di rumah tetangga atau membeli soto/kare.
Kalau sudah sampai kantor, kadang-kadang ada teman yang mengajak
sarapan/makan siang ke warung makan. Saya kadang tak bisa menolak ajakan teman.
Karena saya sudah sarapan di rumah, kadang perut masih kenyang.
Saya mencuri pengalaman sehari-hari kakak perempuan saya, Mbak Lichah. Di
dalam tas kerjanya selalu ada kotak makanan dan botol minuman. Tujuannya adalah
bila makan bersama di warung makan ternyata makanan dan minumannya masih ada
sisa, maka dimasukkan wadah lalu dibawa pulang. Kakak saya tahu porsi makannya.
Bila satu porsi makanan ukurannya jumbo, dia akan menyisihkan dulu nasi dan
lauknya, baru yang lain dimakan. Atau sebagian minumannya dituang ke dalam
botol, sisanya diminum. Kalau tidak dihabiskan jadi mubazir.
Wah, ternyata hemat juga. Ini bukan berarti pelit. Saya juga melakukan
hal yang sama dengan Mbak Lichah. Yang terpenting kotak makanan dan botol
minuman selalu dibawa. Teman saya juga sudah paham betul dengan saya, ada yang
geleng-geleng kepala. Tapi ada yang sinis dengan kebiasaan saya. Saya tidak memedulikan tanggapan mereka. Saya
nyaman-nyaman saja.
Saya ingat kata-kata kakak saya yang lain, Mbak Anna. Makanan yang sudah
kita beli, milik kita. Tak usah malu membawa pulang. Kita tidak mencuri, kenapa
harus malu, tapi ya jangan nguris kebangeten. O, benar juga Mbak Anna dan Mbak
Lichah.
Karanganyar, 3 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar