MANDIRI DI TENGAH KETERBATASAN
Kontributor : Noer Ima Kaltsum
Bila
Abu Warih minta ijin tidak bisa mengajar, biasanya dengan alasan karena
isterinya sakit. Sakit dalam artian penyakitnya kambuh. Ummu Warih, isteri Abu
Warih, sejak lama sakit. Kadang-kadang disertai gejala, akan tetapi sering
tanpa gejala apapun, tahu-tahu kejang-kejang lalu pingsan. Ummu Warih sejak
sebelum menikah memang sudah sakit-sakitan. Abu Warih juga sudah tahu penyakit
calon isterinya.
Saat
itu, Ummu Warih sering kumat-kumatan. Kadang tatapannya kosong, diam, lalu
mendadak badannya kaku semua hingga kejang-kejang. Abu Warih kala itu tetap
ingin menikahinya. Abu Warih berharap dengan menikah akan mengubah keadaan.
Setelah
menikah dan mempunyai anak (namanya Warih), Ummu Warih masih sering
kejang-kejang lalu pingsan. Akan tetapi kambuhnya tidak sesering dahulu.
Suatu
hari setelah Ummu Warih mengalami kejang dan pingsan, Abu Warih membawa
isterinya ke Rumah Sakit Umum Daerah. Dari hasil pemeriksaa dan CT-Scan,
diketahui bahwa di otak terdapat gumpalan darah. Selain itu Ummu Warih juga
mengalami gangguan syaraf.
Pengobatan
rutin dilakukan. Abu Warih memang sangat sabar. Rasa sayang dan cintanya pada
Ummu Warih bisa saya acungi jempol. Setahu saya Abu Warih tidak pernah mengeluh
soal isterinya. Bila suatu saat berbagi cerita kepada saya dan teman-teman di
kantor, itu hanya sekedar berbagi pengalaman. Siapa tahu di antara kami ada
yang bisa memberi solusi atau jalan keluar.
00000
Suatu
hari Abu Warih tidak masuk ke sekolah untuk mengajar. Teman-teman kantor
bersilaturahmi ke rumah Abu Warih. Saya dan suami bersilaturahmi belakangan.
Setelah sampai di rumah mereka, saya jadi tahu cerita yang sebenarnya.
Ummu
Warih mengalami musibah. Pada saat itu dia berada di rumah sendiri. Anaknya
ikut neneknya (guru TK) sekolah di TK. Kebetulan Ummu Warih akan memasak. Panci
berisi air dipanaskan hingga airnya mendidih. Setelah itu Ummu Warih tidak
sadarkan diri alias pingsan.
Ummu
Warih sadar (tidak ada yang menolong) karena merasa kakinya kepanasan. Ternyata
saat air dalam panci mendidih, Ummu Warih tiba-tiba mengalami kejang dan tak
sadarkan diri. Air dalam panci yang dipegang tumpah. Tumpahannya mengenai
pinggang sampai pahanya.
Setelah
sampai di rumah sakit dan diberi pertolongan, Ummu Warih baru tahu kalau dari
pinggang sampai paha kulitnya melepuh. Berhari-hari Ummu Warih merasakan sakit,
panas, dan gatal yang luar biasa. Untuk berjalan saja Ummu Warih kesulitan.
Walaupun
keadaannya sering sakit, Ummu Warih termasuk pekerja keras. Di rumah, dia tidak
hanya tinggal diam. Ada yang bisa dikerjakan di rumah. Ada ternak ayam dan ikan
lele yang bisa dipelihara. Agar tidak jenuh di rumah, Abu Warih membuka warung
kelontong. Warung kelontongnya menyediakan sembako, rokok, bensin, solar, pulsa
listrik, pulsa telepon seluler. Dengan kegiatan itu, ternyata mengurangi
frekuensi kambuhnya penyakit Ummu Warih.
Selain
pengobatan medis, Abu Warih juga mengusahakan kesembuhan isterinya dengan
pengobatan alternatif (herbal).
Bila
Abu Warih berada di rumah, lalu mendapati isterinya tiba-tiba diam, maka dengan
sigap Abu Warih memberikan pertolongan pertama. Dengan penuh kasih sayang Abu
Warih akan memijit dengan halus punggung dan tangan isterinya. Dengan sentuhan
halus tersebut, peredaran darah menjadi lancar, otot tidak kaku dan isterinya
terhindar dari kejang.
00000
Abu
Warih tahu kalau saya suka menulis. Saya pernah usul pada Abu Warih, agar
isterinya diminta untuk menulis buku harian. Siapa tahu menulis merupakan
terapi yang bisa mengurangi, lebih-lebih dapat menyembuhkan penyakit isterinya.
“Akan
saya coba, saya tawarkan pada isteri saya. Siapa tahu dengan menulis, hatinya
menjadi lega dan plong. Bebannya bisa berkurang.”
Sampai
di sini saya bisa menarik garis besar dari kisah Ummu Warih:
1. Mungkin
dahulu (waktu masih kecil) Ummu Warih pernah jatuh dan kena benturan benda
keras, sehingga menyebabkan adanya gumpalan darah di otaknya, dan ada kelainan
pada syarafnya,
2. Kondisi
Ummu Warih bila sedang drop yakni saat dan setelah menstruasi, lelah, dan
banyak pikiran memicu sakitnya kambuh,
3. Dengan
adanya warung kelontong, Ummu Warih tetap bisa menjalankan aktivitas bekerja
dan menghasilkan uang,
4. Meskipun
fisiknya lemah, tetapi Ummu Warih tetap berusaha bisa mandiri,
5. (Mungkin)
dengan mau beraktivitas menulis, penyakit Ummu Warih tidak akan sering kambuh.
00000
Karanganyar,
3 September 2014
BIODATA KONTRIBUTOR
Noer
Ima Kaltsum, Guru Kimia di SMK Tunas Muda Karanganyar. Ibu dari dua anak yang
cantik dan ganteng. Suka bercocok tanam dan menulis. Tinggal di Manggeh RT 04
RW 013 Lalung di Kabupaten Karanganyar. Pertama kali
tulisan dimuat di Majalah Putera Kita (Kelas 2 SMA tahun 1988/1989), honornya bisa untuk membeli 20 mangkok
mie ayam. Aktivitas menulis bisa dikunjungi di FB: Noer Ima Kaltsum (Kahfi Noer), Blog :
kahfinoer.blogspot.com alamat surat : noerimakaltsum@gmail.com
Tulisan ini juga ditayangkan di www.kompasiana.com/noerimakaltsum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar