Kartu ATM BNI Menyelamatkanku Saat Mudik
Tahun 2010 saya mulai
berkenalan dengan BNI. Saya seorang guru yang sudah mendapatkan sertifikat
pendidik. Dengan demikian saya berhak mendapatkan tunjangan profesi dari
pemerintah. Kebetulan pada tahun itu, 2010, kami diwajibkan membuka tabungan
BNI Taplus. Pencairan tunjangan profesi lewat rekening pada bank yang telah
ditunjuk.
Untuk membuka tabungan,
setoran awal cukup ringan. Saya juga wajib memiliki kartu ATM. Sebenarnya saya
kurang suka memiliki dan menggunakan kartu ATM tersebut. Bagi saya kartu ATM
akan menggoda saya untuk melakukan bermacam-macam dengan isi tabungan selama
saldonya masih aman.
Tahun 2011, pertama kali
saya mendapatkan tunjangan profesi dalam jumlah besar karena uang tunjangan
yang kami terima 12 bulan sekaligus. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur
akhirnya tunjangan profesi saya keluar dan dapat saya gunakan untuk hal yang
bermanfaat yaitu untuk uang muka pendaftaran ibadah haji.
Saya mengambil uang tersebut
tidak melalui mesin ATM, akan tetapi langsung ke teller. Waktu itu pengambilan
dari teller kurang dari 5 juta rupiah akan dikenai biaya administrasi. Oleh karena
uang saya dalam tabungan lebih dari 5 juta rupiah, maka saya mengambil tabungan
melalui teller. Akan tetapi saya tetap menggunakan kartu ATM dengan menggesek
kartu di depan petugas. Prosesnya cepat tapi antrinya lama.
Saya mulai berpikir,
daripada mengantri lama di bank lebih baik mengambil uang lewat mesin ATM. Selanjutnya
saya menikmati kemudahan menggunakan kartu ATM untuk setiap penarikan uang.
Pernah suatu saat
teman-teman saya sudah mendapatkan tunjangan profesi selama 3 bulan, akan
tetapi saya belum mendapatkannya. Setiap saat saya disuruh mengecek rekening lewat
mesin ATM. Sampai saya merasa bosan. Saya berpikir, kalau memang rezeki saya,
pasti akan cair juga. Apalagi tunjangan profesi ini ibaratnya rezeki nomplok. Tidak
bisa kita harapkan setiap saat. Yang bisa saya harapkan adalah honor dari
sekolah setiap bulan, yang besarnya tidak seberapa (saya guru swasta, sekolah
saya juga merupakan sekolah kecil).
Ketika itu menjelang
lebaran, teman-teman saya sudah mendapatkan tunjangan profesi untuk 6 bulan. Saya
belum mendapatkan juga. Untuk persiapan lebaran, saya menggunakan dana dari
suami. Selama mudik di rumah orang tua saya, saya harus berhemat. Akan tetapi tetap
saja pengeluaran selama mudik banyak.
Sebelum pulang kembali ke
rumah, saya mau mengambil uang untuk jaga-jaga selama diperjalanan. Alangkah terkejutnya
saya ketika mengambil uang dari mesin ATM. Tiba-tiba saldonya menggelembung. Alhamdulillah,
tunjangan profesi saya sudah cair, 6 bulan sekaligus..
00000
Waktu terus berlalu. Awalnya
saya paling malas menggunakan kartu ATM. Akan tetapi setelah tahu manfaatnya,
saya cenderung memilih menggunakan kartu sakti tersebut. Saya tidak perlu
membawa uang kontan ke mana-mana.
Pengalaman yang tidak akan
pernah saya lupakan yaitu ketika saya tinggal membawa uang 50 ribu rupiah dan
sedikit pecahan-pecahan kecil. Sama halnya dengan saya, suami juga tinggal
membawa uang 50 ribu rupiah. Sebenarnya saya
merasa aman-aman saja dengan uang sebesar itu pada malam itu. Cerita menjadi
lain karena suami kedatangan murid-muridnya. Murid-murid suami esok harinya
akan mengikuti pertandingan futsal. Suami memberikan uang satu-satunya yang dia
punya untuk murid-muridnya, sekedar untuk membeli minuman. Sedangkan anak saya
minta uang untuk mengisi modem sebesar 25 ribu rupiah. Malam ini kami membawa
uang tak lebih dari 50 ribu. Padahal kami harus mengisi bensin untuk 2 sepeda
motor, membeli lauk untuk sarapan dan memberi uang saku untuk anak saya esok
hari.
Saya memutuskan mengambil
uang, menarik lewat mesin ATM malam itu. Paling tidak tanggal tua itu harus
membawa uang masing-masing 100 ribu rupiah. Saya dan suami terkejut, saling
berpandangan. Seharusnya saldo tabungan saya 700 ribu rupiah, tapi di situ
terdapat hampir 14 juta rupiah. Malam itu kami cukup mengambil 200 ribu rupiah.
Ketika saya tanyakan pada
teman-teman saya, ternyata kami mendapatkan tambahan tunjangan profesi setelah
pangkat dan golongan kami disesuaikan/inpassing. Saya sangat bersyukur. Dari kartu
sakti ini saya bisa tahu saldo rekening kami tiap saat.
Tiba saatnya saya mudik ke
Yogyakarta, di rumah orang tua, saya merasa aman. Saya tidak was-was lagi
kehabisan uang karena saya bisa menarik uang di mana dan kapan saja.
Pengalaman yang saya tulis
ini murni pengalaman saya pribadi. Awalnya saya menjauhi kartu ATM, tapi
setelah tahu banyak manfaatnya saya merasa nyaman menggunakannya. Agar saya
tidak tergiur untuk mengambil/menarik uang lewat mesin ATM, maka kartu tersebut
saya titipkan suami. Kalau suami teramat tertib, dia tidak akan menarik uang
biarpun dompetnya kosong. Dia merasa kartu ATM saya adalah hak saya, dia tidak
berhak menarik uang tanpa sepengetahuan saya.
Semoga tulisan saya ini
bermanfaat.
Karanganyar, 25 Juli
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar