Gambar : Refreshing setelah Sekolah
Berdiri : Adhi, Devon, Anjas, Nunggal, Gilang, Nandy, Mr X, Budi Agung, Ardi
Jongkok : Refo, Kriswanto, ilham, Purnomo
(Sumber : dok. Muhammad Anjas)
Jangan bertanya siapa saya.
Saya bukan siapa-siapa. Saya bukan orang penting. Saya sadar diri, tidak
menjadi orang yang sok penting. Saya hanya orang biasa, sederhana, simple dan
apa adanya. Kalau bertanya pada saya tentang hal-hal rumit, akan saya
sederhanakan dulu dan tentu jawaban saya tak akan bertele-tele, berbelit-belit.
Langsung pada sasaran, dorrr. Moga tidak salah sasaran.
Ketika seorang siswa yang tidak
masuk sekolah dengan alasan yang beraneka macam, pasti akan saya jebak dengan
pengakuan saya bertemu dia di suatu tempat. Jelas dia akan mengelak dan
ujung-ujungnya mengaku. Simple bukan?
“Kemarin tidak masuk
sekolah, ke mana Mas?”Tanya saya
“Di rumah?”jawab siswa saya
“Memang Bapak/Ibu tidak
ngopyak-opyak ke sekolah?”
“Bapak dan Ibu merantau.”
“Di rumah sama siapa?”
“Sama kakek dan nenek. Itu
saja mereka sudah tua.”
“Tak ada saudara lain,
misalnya Bulik, Paklik atau sepupu?”
“Ada, mereka repot sendiri.”
“Kemarin saya lihat kamu
sama cewek berboncengan, ke mana?”kata saya sekenanya
“Nggak mungkin Bu.”
“Ngaku wae. Tinimbang
urusannya panjang, walimu saya suruh ke sekolah lo.”gaya saya kalau memaksa
anak mengaku.
“Ke Tawangmangu (ada yang
bilang di kebun the Kemuning, Sarangan, Candi Cetho, Candi Sukuh. Sondokoro),
Bu. Tapi tidak sendiri, sama teman-teman.”
Akhirnya dengan suka rela
dia akan cerita ke mana bolosnya, sama siapa dia bolosnya. Memang serba salah
sebagai wali kelas. Kalau anak dimarahi nanti dianggap pelanggaran HAM. Kalau
tidak dikerasi anak tidak tertib, tidak disiplin. Anak tidak menghargai sekolah
sebagai tempat membentuk karakter. Ujung-ujungnya pihak sekolah disalahkan
tidak bisa mendidik siswanya. Harusnya ada kerja sama antara sekolah dengan
orang tua.
Kalau di sekolah anak
tanggung jawab Bapak dan Ibu Guru. Kalau di rumah, tentu saja tanggung jawab
orang tua/walinya.
Berbeda dengan anak-anak
yang rajin. Anak-anak bisa membagi waktu dan mengatur waktu. Seolah mereka
memiliki menejemen waktu. Kapan mereka sekolah, kapan mereka bermain dan kapan
belajar di rumah. Kalau ada anak yang tiap hari harus membantu orang tua, maka
tiap menit bagi mereka waktunya sangat berharga.
Saya memang orang yang
simple. Saya harus memberikan contoh mengatur waktu ala saya. Saya tidak pernah
lupa menyisipkan pesan untuk menuliskan
sesuatu. Baik di fb maupun blog, bagi mereka yang memiliki. Bagi yang tidak
memiliki akun, cukup menulis di buku dahulu.
Simple bukan? Karena saya memberikan contoh dengan karya-karya saya.
Bahkan kalau di sekolah biasanya teman-teman bilang,”ini dia penulis.”
Meskipun nama saya belum
besar, saya belum tenar, setidaknya tulisan saya bermanfaat bagi orang lain.
Saya tidak malu disebut penulis. Saya teramat bangga. Tidak setiap orang bisa
disebut penulis meski dia sering menulis. Kadang saya merasa berbunga-bunga.
Selain menjadi guru, saya juga penulis (penulis fb dan blog).
Sebagai guru saya ingin
bersikap tegas dan keras pada anak didik agar tidak diremehkan. Nada bicara,
volume yang keluar bila terlalu lembut,
di depan anak-anak seperti lemah. Saya tidak mau seperti itu. Saya
seperti apa adanya, simple, keras dan menyayangi siswa. Kalau terlalu lemah
lembat malah tidak sayang siswa.
Pesan untuk orang tua:
jangan terlalu percaya pada anak. Sekali tempo cek anak di sekolah. orang tua
bekerja sama dengan pihak sekolah. segera mencari solusi bila ada tanda-tanda
anak mulai tidak beres.
Semoga tulisan ini
bermanfaat.
Karanganyar, 8 Agustus
2015
Tulisan ini juga tayang di : http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/perlunya-menejemen-waktu-untuk-anak-sekolah_55c60f8003b0bded155633bf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar