Orang yang merasa bahagia
pasti kebutuhan hidupnya terpenuhi. Terpenuhinya sandang, pangan dan papan.
Tidak hanya itu sekarang alat komunikasi, wisata, dan hiburan tak lagi dianggap
sebagai kebutuhan sekunder. Yang disebut sebelumnya itu adalah kebutuhan
primer. Akan tetapi standar terpenuhi kebutuhan hidup antara satu dengan yang
lain tentulah berbeda.
Seseorang mungkin cukup
dengan makan nasi dan lauknya 3 kali sehari dan air the. Akan tetapi bagi orang
lain mungkin nasi bisa diganti dengan roti, umbi-umbian atau sayuran.
Sesederhana apapun
seandainya rumah milik sendiri, orang akan merasa nyaman dan bahagia bila
menempatinya. Tapi jangan mencibir terhadap orang yang selalu merasa nyaman
dengan rumah mewah dengan segala isinya meskipun tinggal di rumah kontrakan.
Mungkin ada yang merasa nyaman tinggal di rumah kontrakan yang mewah daripada
gubuk reyot milik sendiri.
Tentu saja masing-masing
orang memiliki alasan sendiri, memiliki standar hidup bahagia sendiri. Maka
hargailah setiap pendapat orang lain. Jangan memaksakan ukuran/standar suatu
kebahagiaan kita kepada orang lain.
Ada orang yang sudah merasa
bahagia dan nyaman dengan naik sepeda. Akan tetapi ada orang yang hanya merasa
nyaman bila dia naik mobil. Ya, suka-suka mereka saja. Hidup-hidup juga
miliknya. Mengapa kita harus usil dengan bahagianya orang lain?
Sebagai orang yang sudah
punya nama dan dikenal masyarakat luas, tentu saja ingin berpenampilan
semenarik mungkin. Jangan salahkan orang lain kalau mereka ingin tampil nomor
satu.
Yang menempel di badannya
adalah baju-baju dia, mau yang bermerek atau bukan, yang murah atau yang mahal
itu bukan urusan kita. Turunkan ego kita, hargai pendapat orang lain. Kalau
kita sudah cukup nyaman dengan baju ringgo (garing dinggo atau kering dipakai),
biarkan orang lain gonta-ganti pakaian. Kita tak usah sakit hati kalau orang
lain mengenakan pakaian yang selalu modelnya terbaru.
00000
Bahagia itu kalau kantong
atau dompetnya terisi. Entah itu uang pribadi atau utangan, yang penting uang
ada di dompet. Bahkan sekarang banyak yang merasa nyaman, bahagia dan sejahtera
kalau ATM yang dibawa saldonya cukup. Cukup untuk jajan, cukup untuk membeli
bensin, busi, mengganti ban, menambal ban bocor. Jadi cukup di sini amatlah
relative. Standarnya orang naik sepeda dengan naik mobil, nilai minimal uang
yang harus dibawa tidaklah sama.
Akan tetapi bahagia itu
sebenarnya bila ada cinta. Orang yang bahagia pasti punya cinta (cinta
sembarang cinta), tapi orang yang punya cinta belum tentu bahagia. Contoh nih
contoh (walaupun tidak mutlak alias relative loh): orang yang bahagia di
rumahnya pasti di rumahnya ada cinta. Tapi ada cinta tidak selalu bahagia.
Orang yang tidak bahagia di rumahnya, tidak menemukan cinta, sebagian besar mencari kebahagiaan di mana
ada cinta di dalamnya yaitu di luar rumah.
Jangan meremehkan orang yang
mengatakan bahagia itu kalau ada uang. Dengan adanya uang bisa memenuhi
kebutuhan primer dan sekunder. Jangan bilang yang penting ada cinta, sebab
cinta saja tidak cukup. Apakah kita hanya mau makan cinta? Oh, tentu saja
tidak. Uang memang bukan segala-galanya. Uang tidak bisa untuk membeli
kebahagiaan. Tapi uang bisa membuat kita bahagia.
Menurut saya bahagia itu ada
cinta dan kasih sayang (sok romantis), ada uang, ada pasangan dan anak-anak
yang sholeh dan sholehah, terpenuhinya kebutuhan yang ada dan bisa bermanfaat
bagi orang lain. Orang yang tidak bahagia, hidupnya tak ada cinta, tak ada
semangat untuk mewujudkan cinta, tak ada materi yang memenuhi kebutuhannya.
Satu lagi, bahagianya
seorang penulis adalah kalau tulisannya bisa bermanfaat untuk orang lain,
artikelnya dimuat di media cetak/media massa, bukunya diterbitkan dan
royaltinya datang bertubi-tubi. Kalau sudah seperti itu semangat menulis pun
membuatnya bahagia.
Karanganyar, 29 September
2015
Sumber :
http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/dalam-bahagia-ada-cinta_560aab48317a61030a165029
Tidak ada komentar:
Posting Komentar