Gambar 1. Berjalan kaki berangkat silaturahmi
Sumber : dok.pri
Pada dasarnya saya ini
termasuk orang yang hemat dan gemi. Saya juga tidak suka boros dalam
mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak perlu. Itu semua saya lakukan sejak
kecil. Menginjak remaja saya semakin membuat perhitungan bila mau mengeluarkan
uang. Waktu itu perekonomian bapak dan ibu tak memungkinkan untuk hidup bergaya
dan mengikuti tren.
Ketika saya SMP, SMA dan
kuliah saya sering menjahit ikat pinggang kulit atau tas/dompet kulit untuk
mendapatkan rupiah. Itu saya lakukan karena kebetulan tetangga ada yang membuat
kerajinan kulit dan rotan. Susahnya mencari uang membuat saya tahu bagaimana
harus mengelola uang. Uang harus dihemat, itu prinsip saya.
Karena saya termasuk orang
yang tidak suka bergaya hidup mewah dan hidup saya sederhana maka ketika
mengawali berkeluarga saya juga berhemat. Ketika saya menikah disaksikan
kerabat dan tetangga. Artinya untuk biaya pernikahan saja, keluarga juga
membuat perhitungan. Ini disesuaikan dengan karakter saya yang sederhana. Sejak
saat itu saya mulai hidup semurah mungkin.
Untuk keperluan sandang dan
pangan tidak perlu keluar uang banyak, karena hidup ini dibuat semurah mungkin.
Makan seadanya dan tidak sering membeli baju bebas untuk harian. Perekonomian
di awal pernikahan memang prihatin. Akan tetapi sekarang, di saat kehidupan
kami lebih baik dan keuangan tak lagi pas-pasan kami tetap menerapkan prinsip
hidup semurah mungkin.
Saya tidak memaksakan diri
tiap hari makan enak dan kenyang. Yang penting saya, suami dan anak-anak tetap
sehat dengan makanan yang kami konsumsi. Bagi saya, cukuplah makan makanan yang
bergizi sehingga badan kami tegak. Saya berupaya sebisa mungkin untuk menekan
biaya untuk makan dengan jalan mengurangi makan di luar yang ongkosnya mahal.
Gambar 2. Sepedaku pengantarku waktu kuliah tersimpan dalam gudang
Sumber: dok. Faiqah Nur Fajri
Saya tidak latah bergaya
hidup mewah dengan makan di tempat yang wah lalu selfi dan di uplod ke medsos.
Sekarang memang orang lagi senang selfi di mana saja dan kapan saja. Entah itu
dengan maksud pamer atau karena kebiasaan. Saya seringnya mepublikasikan foto
bareng teman komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis Solo, atau bersama teman lebih-lebih
bersama murid.
00000
Beberapa waktu yang lalu
saya ditegur oleh teman sekantor. Hal itu disebabkan karena suami saya memakai
sepeda motor lawas. Sejak saya mengenal suami tahun 1995 sampai hari ini, suami
memakai Yamaha alfa keluaran tahun 1992-an. Apakah suami saya salah memakai
sepeda motor tua? Letak kesalahannya di mana?
Kata teman saya, saya dan
suami tidak bisa menunjukkan rasa syukur setelah diberi banyak nikmat Allah.
Masih kata teman saya, seharusnya dengan ekonomi yang meningkat, untuk
menunjukkan rasa syukur saya dan suami membeli mobil atau paling tidak sepeda
motor keluaran terbaru. Hah, saya mengomentari kalimat teman saya. Saya dan
suami mempunyai cara tersendiri untuk bersyukur. Saya tidak perlu mengatakannya.
Sebab dia juga tidak bakalan tahu ilmu saya tentang syukur nikmat.
Saya memang bisa membeli
sepeda motor yang lebih baik dari Yamaha Alfa itu, tapi sampai hari ini saja.suami
tidak malu memakai motor tua itu. Hidup semurah mungkin, masih ada motor lama,
mengapa harus membeli motor baru? Hidup semurah mungkin, adakah harga mobil
yang murah dengan kualitas bagus? Lalu mobil itu buat apa dan buat siapa? Jarak
tempat kerja dan rumah tidak lebih dari 1 km. Bila memakai motor biaya
transportasinya lebih murah dibandingkan dengan memakai mobil. Isi domper juga
menyesuaikan lo. Kalau memakai motor, hati tetap tenang dengan isi dompet 50
ribu. Kalau memakai mobil, isi dompet 100 rb, hati ketir-ketir. Malah saya
ingin naik sepeda ontel bila ke sekolah. Nanti saya diolok-olok, orang kok
ngirit, keluar bensin saja tidak mau.
Lantas kalau hidup semurah
mungkin, bagaimana kita bisa menikmati apa yang kita miliki? Bisa saja, nikmati
saja kesederhanaan ini. Kebutuhan kita bukan hanya untuk hari ini saja. Ada nanti,
besok, dan lusa. Kebutuhan kita bukan untuk konsumsi semata. Ada kebutuhan lain
yang lebih penting. Ada ibadah yang memerlukan biaya tidak sedikit. Ada saatnya
berkurban (menyembelih hewan kurban) dan ada saatnya beribadah haji yang
memerlukan biaya tidak sedikit.
Hidup semurah mungkin, itu
bisa!
Karanganyar, 1 September
2015
Tulisan ini juga tayang di kompasiana:
http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/hidup-semurah-mungkin_55e5b955c323bd64048b4568
Tidak ada komentar:
Posting Komentar