Gambar 1. Pie Susu
dok.pri
Hari Senin ini saya siap
menerima oleh-oleh dari teman yang selama Selasa sampai Sabtu melaksanakan
kegiatan kunjungan industry dan wisata ke Malang dan Bali. Berhubung saya ada
halangan maka saya tidak ikut. Saya tidak sendiri, sebab ada 5 orang guru dan
karyawan yang tidak bisa ikut kegiatan ini.
Saya sudah bersiap-siap
keranjang yang besar. Maklum, saya termasuk orang penting di sekolah jadi
wajarlah kalau teman-teman saya akan memberikan oleh-oleh untuk saya.
Beberapa oleh-oleh yang saya
terima dari teman-teman adalah makanan khas Bali yang biasa dijual di tempat
wisata, yaitu pie susu. Sebenarnya sudah sering saya mengkonsumsi pie susu. Beberapa
kali suami mendampingi murid-murid SMPN 2 Karanganyar study tour ke Bali.
Biasanya oleh-oleh yang
dibawa adalah pie susu. Selain itu, teman akrab suami yang mengajar di SMPN 1
Karanganyar juga mendampingi murid-muridnya ke Bali. Pulang dari Bali biasanya
beliau juga membawakan oleh-oleh buat anak-anak saya termasuk pie susu.
Pie susu berbahan dasar
terigu, telur, mentega dan susu. Ciri khas dari pie susu ini adalah ukurannya
yang tidak besar dan tipis. Soal rasa, jangan ditanya. Dijamin mantap dan tidak
terlalu berlebihan manisnya sehingga tidak eneg bila mengkonsumsi pie susu. Sepertinya
bila sarapan satu buah pie susu dan teh hangat sedikit, sudah mampu menegakkan
badan dan tidak merasa lapar.
Oleh-oleh yang masuk dalam keranjang
saya yang kedua adalah salak. Ada beberapa piring salak di meja guru. Saya mencicipi,
rasanya masam. Teman saya bercerita, ada beberapa jenis salak yang dijual di
Bali. Salah satunya adalah salak yang rasanya agak masam ini, kemudian salak
gula pasir yang rasanya manis. Salak gula pasir ukurannya kecil-kecil,
sedangkan salak yang masam ini ukurannya besar.
Gambar 2. Salak madu
dok.pri
Saya mencoba mengambil salak
yang berada di plastik merah (dibeli khusus untuk guru dan karyawan), ternyata
rasanya manis. Wah, kalau yang ini saya suka karena rasanya hampir sama dengan
salak pondoh. Meskipun ukurannya kecil, tetapi juga manis.
Kata teman saya yang
membelanjakan untuk oleh-oleh, salak yang barusan saya makan adalah salak madu.
Salak madu ini dibelinya tidak di Bali, melainkan di Palur (dekat dengan
Karanganyar kota). Jadi pikniknya ke Bali, tapi oleh-olehnya beli di kota asal,
hehe. Disyukuri saja, sudah diberi gratis tidak usah banyak protes (okey).
Oleh-oleh berikutnya adalah
sandal Joger. Anda jangan membayangkan sandal Joger dengan model macam-macam
yang harganya selangit lo. Bukan, bukan sandal Joger yang itu.
Ceritanya mbak Rosita, teman
saya memberi oleh-oleh khusus untuk Ibu Guru cantik ini. Terus saya protes!
“Mbak Rosita, panjenegan itu
bagaimana sih. Mosok bu Ima diberi sandal kok ya cuma satu.”
“Bu Ima, santai saja. Sebenarnya
kemarin saya membeli dua. Untuk saya satu buah dan untuk Bu Ima satu buah. Nanti
atau kapan-kapan Bu Ima mencari pasangannya di Bali, Pulau Dewata. Gitu loh.”
“Welah dalah, sembrono tenan
karo wong tuwa. Padhakke Cinderella saja. Sepatu kacanya tinggal satu lalu
mencari pasangannya,”jawab saya bercanda.
Teman-teman yang mendengar
perbincangan ini juga tertawa, sebab yang kami bicarakan adalah gantungan kunci
sandal Joger.
Gambar 3. Sandal Joger, gantungan kunci
dok.pri
Oleh-oleh yang terakhir saya
masukkan keranjang yang lain karena ukurannya besar alias jumbo, yakni cerita
seru saat berada di Malang dan Bali. Saya hanya bisa mendengarkan dengan khusyu’.
Sesekali tertawa karena cerita lucu teman-teman saya. Menyesal tidak bisa ikut
ke Bali? Jawaban saya adalah : tidak. Saya mengutamakan kesehatan anak saya. Karena
kesehatan anak saya, si thole sangat berarti bagi hidup dan semangat saya.
Hari ini saya menikmati pie
susu dan salak bersama teman-teman ketika di sekolah dan bersama suami dan
anak-anak ketika di rumah.
Karanganyar, 1
Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar