Pasangan serasi dok.pri |
Saya sering
membandingkan hidup di masa kecil dulu dengan sekarang. Kepada anak saya yang
mulai beranjak remaja, saya selalu memberikan nasehat. Padahal dulu waktu saya
seusia dhenok, Ibu dan Bapak tak banyak memberikan nasehat, hanya yang
penting-penting saja.
Mungkin karena
masanya berbeda sehingga saya harus ekstra memberi nasehat. Tak perlu banyak
hingga berbusa, sedikit nasehat yang penting mengena. Oleh karena itu saya
harus memilih kata yang berkualitas. Tidak sembarang kalimat saya sampaikan.
Saya harus hemat energy untuk yang satu ini.
Saya sering
bilang ke dhenok, diawali dengan kata ketika mama kecil, ketika mama seusiamu,
ketika mama kuliah dan lain-lain. Mengapa saya mengawali pembicaraan dengan
kata-kata itu? Agar dhenok bisa membayangkan Ibu yang akan bicara ini usianya
seperti dia dengan segala keimutannya.
Kalau
sekiranya dhenok bisa menerima dan sesuai kemauannya dia tak berkomentar
apa-apa, tapi kalau tak sesuai biasanya dia akan bilang,”itu dulu mah. Dulu dan
sekarang jelas beda.” (episode pembangkangan)
“Tapi adab
sopan santun, adab bergaul dalam Islam, pendidikan akhlak sejak dulu sampai
sekarang tetap sama. Jaman memang sudah banyak berubah. Sekarang dibilang jaman
modern, kalau yang dulu dianggap kuno. Tapi lihat anak-anak jaman sekarang yang
dibilang modern, jauh berbeda dengan anak-anak jaman dulu yang dianggap kuno.
Yang dulu dianggap tabu dan memalukan, sekarang disebut modern, wajar dan biasa
saja.
Semua kembali
pada masing-masing anak, masing-masing keluarga. Mama yakin, orang tua sekarang
ketika masih remaja yang dididik dengan
disiplin dan keras oleh orang tuanya maka mereka juga akan melakukan hal yang
sama. Kata-kata larangan menunjuk mengapa tidak diizinkan tapi dengan alasan
kuat.
Coba lihat
anak-anak yang tidak dilarang ini-itu, mereka akan cenderung bebas tak terbatas
(meskipun tidak semua). Carilah sendiri contohnya dari teman yang kamu kenal.
Carilah perbedaan temanmu yang dididik dengan beberapa larangan dan yang bebas
tak terbatas.”
00000
Sekarang
jamannya cekrek-cekrek, sedikit-sedikit cekrek. Apa sih cekrek-cekrek? Saya
hanya mengambil kata-kata dari anak muda jaman sekarang. Cekrek-cekrek alias
foto-foto. Orang yang usianya hampir sama dengan saya, ketika remaja memasuki
tahun 80 an sampai sebelum tahun dua ribu, mereka tak mungkin sebentar-sebentar
selfi. Foto diri saja tidak dilakukan apalagi memotret kerbau yang ada di sawah
bukan untuk keperluan fotografi.
Mengapa orang
jaman dulu kok tidak sedikit-sedikit cekrek? Ya, iyalah. Wong mau foto saja uba
rampenya banyak. Kamera, film, lalu nanti cuci film, mencetak foto, yang
duitnya untuk mendapatkan satu lembar foto lumayan banyak. Jangankan untuk
foto, untuk transport sekolah dan jajan saja tidak cukup. Lain dengan anak
sekarang berani lapar yang penting selfi dan hape ada pulsa/kuota internetnya.
Anak sekolah
dan mahasiswa yang belum kerja jaman dulu, yang penting belajar dan bisa beli
buku. Jajan juga seadanya, sewajarnya saja. Paling pol kalau mau ulangan/ujian
bila tak belajar mengandalkan senjata berupa kertas panjang berisi rumus
praktis. Mungkin juga melirik sana-sini.
Berbeda dengan
anak-anak sekolah (termasuk mahasiswa) sekarang, tidak belajar ya tetap
santai-santai saja. Ada mbah google yang siap membantu asal tidak ketahuan.
Syukur-syukur bisa cekrek soal lalu kirim ke orang yang pintar, yang kira-kira
bisa membantu menjawab.
Kembali ke
masalah cekrek tadi. Orang mau makan saja makanan difoto. Orang mau mandi
update status dengan disertai foto. Kegiatan apapun ditulis dalam status lalu
mengunggah foto. Ini dilakukan terutama anak-anak yang masih berada pada masa
puber. Ada yang mengambil gambar ketika berenang atau jajan bareng di kafe sama
teman-temannya. Lalu update status bla-bla-bla. Ealah, mungkin si anak tak tahu
diri. Berani nulis status macam-macam, padahal orang tuanya ngutang tetangga
sana-sini udah lama nggak lunas-lunas. Kalau orang tuanya punya duit bukan
untuk mengurangi hutang dengan cara mencicil malah untuk membeli gaya hidup.
Prang preng….(episode ngajak perang)
Kalau tahu
status yang ditulis anak tetangga yang
ngutang, rasanya pemberi pinjaman tersebut gemes sekali. Nah, ini yang rada
serem. Akhir-akhir ini heboh foto yang beredar di dunia maya. Seorang anak SD
biasa cekrek-cekrek. Berlanjut setelah pra remaja juga cekrek-cekrek. Ketika
dewasa juga update status dengan foto-fotonya. Padahal fotonya dinilai orang
tidak layak dipertontonkan. (konon kabarnya, fb itu akun abal-abal). Apapun
alasannya, entah itu untuk koleksi pribadi atau untuk apa saja, sebagai orang tua
saya kok prihatin dan miris. Pergaulan anak jaman sekarang kok parah banget
(episode prihatin sebagai guru).
(Akhirnya ada
klarifikasi dari orang yang ada di foto, bahwa foto tersebut sengaja
disebarluaskan oleh orang yang sakit hati dan dendam). Kalau ada anak (pasangan
remaja) yang berani memperlihatkan kemesraan di depan umum, mungkin ketika
tidak di lihat umum akan melakukan tindakan yang lebih. Apalagi di dalam foto
yang memperlihatkan kemesraan pasangan remaja yang bukan pasangan suami-isteri
(istighfar, istighfar).
Kalau
demikian, siapa yang akan ditunjuk pertama kali untuk disalahkan? Saya yakin
tidak langsung sekolahnya, melainkan anaknya siapa alias orang tuanya. Ke mana
orang tuanya selama ini? Sudah memantau sejauh mana pergaulan putra-putrinya?
Seberapa jauh komunikasi antara orang tua-anak? Bagaimana hubungan antara orang
tua dan anak? Sehat-sehat saja, tidak dekat, atau malah tidak berkomunikasi
sama sekali?
Anak
sedikit-sedikit cekrek, tidak masalah. Justeru arahkan ke hal positif. Beri
dukungan pada anak-anak, agar cekrek-cekreknya bermanfaat apalagi bisa
menghasilkan uang. Menjadi orang tua tanggung jawabnya besar. Orang tua bukan
hanya sebagai mesin uang yang siap 24 jam bila diperlukan anak. Tapi orang tua
juga wajib berkomunikasi, meluangkan waktu untuk bicara terutama dengan
anak-anak yang menginjak remaja. Jangan menggunakan sisa waktu untuk
berkomunikasi dengan anak-anak, tapi luangkan waktu secukupnya.
Orang tua
jaman sekarang juga harus mengenal teknologi. Kalau perlu orang tua juga
memiliki akun di medsos, bertemanlah dengan anak-anak, agar kita bisa memantau
anak. Kita juga tahu kelayakan status yang ditulis anak. Kalau tak layak, kita
bisa mengingatkan untuk menghapus status atau foto yang diunggah.
00000
Tetap boleh cekrek-cekrek
di jaman sekarang asal ada kepentingan yang mendasar. Batasi dan lakukan
foto-foto hanya sebatas yang tak menimbulkan kontroversi. Jangan sampai foto
kita hanya menjadi sampah. Kalau foto kita dianggap bisa dikomersialkan, tentu
saja pihak-pihak tak bertanggung jawab akan menyalahgunakan. Siapa yang rugi?
Jelas kita! Sebagai orang yang beradab, lakukan semua hal sesuai adab.
Karanganyar, 7
Maret 2016
Sumber:
http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/hidup-di-era-cekrek-cekrek_56dd34c6c322bd610d096b9a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar