Hobinya marah-marah. Entah dia benar atau salah yang penting marah. Awalnya saya risi dengan sikap dan kelakuannya, tapi lama-kelamaan saya malah menikmati kemarahannya. Awalnya saya harus berargumentasi untuk membela diri. Tapi dia tidak pernah mau menerima alasan saya.
Suatu saat teman-teman-teman menyarankan pada saya untuk tetap diam tak usah mengomentari apa yang diucapkannya. Biarkan dia marah sepuasnya. Kalau kita tidak melakukan suatu kesalahan, Insyaallah dia akan capek sendiri.
Bukannya saya mengalah, tapi saya merasa jiwa saya tidak terganggu. Jadi biarlah dia marah-marah. Biarlah dia merasa puas dengan kemarahannya yang tidak dibantah oleh orang lain. Suatu ketika seorang teman mengatakan dia sedang sakit jiwanya sekarang. Lo, kok baru tahu sekarang. Teman-teman yang lain sudah tahu kalau jiwanya sakit sudah sejak lama.
Hobinya marah-marah. Maaf, kalau kamu sakit dan tensimu naik, bukan karena masalah pekerjaan. Semua itu memang kamu yang membuat keadaanmu seperti itu. Mengapa kamu tak pernah punya niat untuk mengurangi frekuensi marahmu? Mengapa kamu tak pernah punya niat untuk mengubah warna matamu, raut mukamu.
Dengan marah-marah, energimu yang keluar jumlahnya besar. Mengapa kamu suka marah-marah? Karena kamu tak mau mendengarkan nasehat, tak mau membaca, dan akalmu sudah tak mampu bekerja.
Saya tidak suka dengan orang yang suka marah-marah. Di manapun saya berada, kalau ada orang marah-marah, saya hanya tertawa. Saya akan bilang kasihan deh lu. Gue tidak menerima kemarahanmu, bawalah kembali pulang apa yang sudah kamu ucapkan padaku.
Jangan suka marah-marah, dunia dan akheratmu akan terasa sempit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar