Sebelum masuk SD, saya harus
menjalani tes. Saya masih ingat, bukan tes membaca melainkan langsung diajak
bicara (bercakap-cakap), kala itu dengan Bu Yati. Berjalan bolak-balik melewati
jalan di antara bangku kiri dan kanan dari depan sampai belakang. Kemudian diminta
untuk menulis angka. Saya menulis sesuai yang diperintahkan. Tapi saya
keterusan, bablas wae sampai angka 7 lalu dihentikan.
Setelah dinyatakan diterima dan
mulai masuk sekolah, bapak mengantar saya sekolah. Hari berikutnya saya
berangkat sekolah bersama teman-teman. Kebetulan dalam satu kampung yang
sekolah di SD yang sama, jumlahnya banyak.
Saya duduk di bangku nomor 2
dari depan. Pada hari pertama ini, seingat saya ada seorang teman yang duduk di
depan saya BAB di dalam kelas (waktunya sudah hampir pulang). Pantas saja bau.
Sekolah itu menyenangkan. Karena
belajarnya juga dengan gembira. Pelajarannya hanya bahasa Indonesia (membaca
dan menulis), matematika (berhitung), menggambar, menyanyi, agama dan olah
raga.
Membaca dan menulis hanya : “ini
budi” yang dibaca dan ditulis berulang-ulang. Setelah itu : membaca dan menulis
“ini ibu budi”, “ini bapak budi”, “ini adik budi” dan “ini kakak budi”, dan
seterusnya.
Sepertinya pada satu halaman hanya
berisi tulisan yang sama, dan ada gambarnya. Ada gambar seorang anak perempuan
yang menyiram bunga, anak kecil main kuda dari gedebog pisang.
Tentu saja hari-hari selanjutnya,
pelajarannya membaca dan menulis serta berhitung. Waktu itu pelajaran kelas 1
sederhana sekali. Bahkan saat tes catur wulan untuk bahasa Indonesia, ini yang
saya ingat lo: ada gambar bola. Sudah ada huruf b maka siswa menuliskan huruf
selanjutnya. Ada gambar topi, siswa disuruh menuliskan huruf-huruf yang harus
disusun. Itu saja Bu Yati, guru kelas satu membacakan soalnya dan cara
mengerjakannya. Matematika juga gampang. Masih tambah-tambahan sederhana.
Pendidikan karakter benar-benar
ditanamkan sejak dini. Waktu itu, Bu Yati menggunakan bahasa Jawa krama madyo
dalam menyampaikan materi pelajaran. Sopan santun, cara berbicara, gotong royong
sudah diterapkan. Kalau ada siswa yang tidak memakai basa krama selalu
diingatkan.
Anak sekolah tidak terbebani. Bukunya
tidak banyak, tidak perlu memakai tas besar dengan buku setumpuk. Buku yang
dibawa hanya 4, dua buku tulis dan 2 buku paket. Keempat buku tersebut
ukurannya tidak tebal. Tidak ada LKS, tidak ada pelajaran tambahan, tidak
fullday. Semua berjalan lancar-lancar saja. Kelas 1 masuk sekolah jam 7 pulang
sekitar jam 10. Anak-anaknya juga pandai.
Sekarang, anak kelas 1 SD pelajaran
Bahasa Indonesia untuk materi bacaannya
panjang. Anak masih kesulitan membaca, apalagi memahami isinya. Tugas guru
berat, tugas orang tua juga tidak ringan. Belum lagi pelajaran matematika, dan
pelajaran yang lain.
Anak kelas 1 seharusnya belajar
sambil bersenang-senang, dengan penuh riang gembira. Belajar bersosialisasi, mengenal lingkungan,
belajar adab sopan santun.
Ada orang yang mengatakan, zamannya
sudah berubah. Jangan samakan anak-anak sekarang dengan zaman kita masih kecil.
Zaman boleh berubah, tapi pendidikan
karakter dari dulu sampai sekarang tetap sama, karena pedoman kita juga sama
yaitu mendidik anak berkarakter. Kalau anak-anak sudah berkarakter, maka akan
mudah bagi kita (orang tua) memberikan pelajaran yang bersifat akademik.
Semoga anak-anak kita lebih berkarakter.
Karanganyar, 25 Maret 2016
Sumber Bacaan:
http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/ini-budi-dan-pendidikan-berkarakter_56f4d7cd93977319052c6f87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar