Beberapa waktu yang lalu, kantor tempat saya bekerja kedatangan dua
orang cantik pegawai bank. Sepertinya mereka berdua bekerja di bagian
marketing. Mula-mula mbak-mbak cantik ini menemui bendahara sekolah. Tidak
hanya sekali mbak-mbak cantik ini datang. Ternyata beliau berdua menawarkan
kartu kredit dari salah satu bank. Di antara kedua mbak cantik ini yang paling
aktif merayu-rayu adalah mbak Mega. Mbak Mega menjelaskan tentang kartu kredit,
fungsi, manfaat, keuntungan, hingga cara menggunakan. Tak lupa dijelaskan pula
mekanisme pembayaran cicilan bila kartu kredit digunakan. Yang tak kalah
penting adalah masalah bunga yang kompetitif (halah, benar tidak ini?).
Setelah dirayu-rayu, akhirnya ada beberapa teman yang tertarik untuk
memilikinya. Mungkin ada sekitar 10 orang yang akhirnya memiliki kartu kredit.
Kata mereka, gak enak sama mbak Mega yang sudah menawarkan sampai berbusa-busa,
mengajak makan-makan (strategi menggaet nasabah, barangkali), terus kita tidak
membuat kartu kredit. Saya hanya tersenyum. Saya memang ikut makan-makan,
karena dipaksa makan bakso yang membelikan mbak Mega. Sebenarnya saya tidak
mau, tapi terus dipaksa-paksa. Kalau akhirnya saya tidak ikut membuat kartu
kredit, itu ya nggak masalah.
Beberapa hari kemudian mbak Mega datang lagi, kali ini membagikan
beberapa amplop untuk teman-teman yang membuat kartu kredit. Dalam amplop
isinya selain kartu kredit juga bemacam-macam catatan. Mbak Mega berpesan untuk
segera diaktifkan agar kartu kredit bisa dipakai. Lumayan kan, tinggal gesek
kartu kredit barang yang kita inginkan bisa kita bawa pulang. Dengan catatan toko
yang kita tuju ada kerja sama dengan bank yang mengeluarkan kartu kredit.
Teman-teman yang sudah diberi amplop ternyata tidak segera mengaktifkan
kartu kreditnya. Jadilah, dia ditelepon mbak Mega untuk segera mengaktifkan
kartu kreditnya. Hanya satu orang yang akhirnya mengaktifkan kartu kredit, yang
lainnya masih utuh di amplop. Huwihhhh.
Teman saya yang sudah mengaktifkan kartu kredit, mencoba bertransaksi. Ajaib,
semua dengan mudah dia dapatkan barang-barangnya. Nah, karena kurang control,
kreditnya menumpuk banyak. Bila tiap bulan tidak tertib membayar cicilan, ternyata
bunganya berbunga. Saya kurang tahu, entah karena apa, teman saya jadi sering
ditelepon pihak bank.
Ngomong-omong soal kartu kredit, saya memang tak tertarik sama sekali. Pikiran
saya kartu kredit sama dengan hutang dan hutang. La wong sekarang hidup saya
nyaman tanpa hutang, hidup saya mapan, tidur nyenyak, makan enak dan lahap
karena tak punya hutang kok malah mau mencoba membuat masalah dengan berhutang.
Bukan karena saya kaya raya dan simpanan materi saya banyak, bukan,
bukan itu. Saya ini orang lugu apa adanya. Tidak pernah memaksakan diri
memiliki benda-benda yang tidak saya butuhkan. Apalagi dengan jalan berhutang.
Orang tua saya dulu orang tak punya, anaknya banyak, sekolah semua. Untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari, membayar sekolah yang bersamaan, kadang harus
berhutang. Hutang di bank plecit, di koperasi, bank. Pokoknya gali lubang tutup
lubang. Malah dulu rumah kami sempat mau dijual untuk menutupi hutang (Alhamdulillah,
tidak jadi dijual karena ada saudara Bapak yang membantu). Itu dulu tahun
80-an. Pengalaman pahit orang tua tidak akan saya ulangi. Dulu orang tua
berhutang karena benar-benar untuk mencukupi kebutuhan, bukan untuk
gaya-gayaan, apa lagi hanya untuk jaga gengsi.
00000
Ketika ngobrol di kantor dengan teman-teman, ada yang bilang,”biar kita
kelihatan gaya, di dompet kita, kita deretkan beberapa kartu kredit.”
Saya tidak bermaksud sombong, sungguh lo tidak bermaksud sombong. Hanya ingin
mengubah pola pikir. Jangan bangga menggunakan kartu kredit. Itu saja, tak ada
maksud lain. Perkara orang tetap ngeyel memanfaatkan kartu kredit, ya mangga
mawon. Itu hak mereka.
“Saya tidak bangga membawa kartu kredit, Pak. Saya lebih bangga dan
percaya diri membawa kartu ATM, meskipun
saldonya tidak begitu banyak. Mengapa demikian? Menggunakan kartu kredit jelas
nanti hutangnya tidak terkontrol, gesek sana gesek sini. Kalau menggunakan
kartu ATM jelas kita mau mengontrol pengeluaran. Wong di kartu ATM jelas uang
kita. Apa ya mau menabung susah payah, Cuma mau dihambur-hamburkan? Pasti kita
akan selektif menggunakan/menggesek kartu ATM.”
Sebenarnya dulu saya juga tidak mau membuat kartu ATM, tapi salah satu
bank di mana saya menjadi nasabahnya mewajibkan memiliki kartu ATM. Ya, dengan
kepepet saya membuat kartu ATM. Alhamdulillah, saya bisa mengontrol diri untuk
tidak menggunakan kartu ATM.
Fasilitas kartu ATM ini ternyata memberi manfaat/keuntungan, terutama
kalau kita mau mengambil uang. Bila mengambil uang langsung ke teller, kita
malah dikenakan biaya administrasi, sedangkan kalau di mesin ATM tidak. Tapi kalau
mengambil jumlah minimal yang sudah ditentukan, mengambil langsung ke teller
tidak dikenakan biaya administrasi. Bila mengambil uang di mesin ATM,
antriannya tidak panjang. Sedangkan di teller, antriannya mengular alias
panjang.
Sewaktu-waktu kita membutuhkan uang, kita bisa mengambil melalui mesin
ATM (pengalaman saya). Karena saya tidak pas tengah malam harus mengambil uang,
jadi menurut saya, saya belum pernah mengalami kesulitan. Pernah pada suatu
saat saudara saya membutuhkan uang dan saya harus transfer. Kebetulan bank yang
dipilih saudara saya tidak sama dengan saya. Saya berusaha untuk mentransfer
uang lewat teller. Sudah ngantrinya panjang, saya juga harus menggesek ATM
(saat itu saya tidak membawa kartu ATM). Mbak Cantik Teller tadi menyarankan
untuk mengirim via ATM. Badalah, saya belum pernah je. Apa mungkin nanti bisa? Ternyata
ada mas Satpam yang siap membantu.
Sore harinya dengan pede saya mendatangi mesin ATM dan mau mentransfer. Mas
Satpam yang ganteng dan baik hati itu menolong saya. Dengan instruksi yang
sederhana, tapi Mas Satpam agak menjauh, nut nut nut nut. Tidak pakai sulit,
tidak sampai 5 menit selesai. Dan saya mendapatkan kertas print kecil berisi
transaksi. Oalah, gampang ta. Oke, saya jadi bersyukur bisa menggunakan kartu
ATM saya dengan bijak. Saya tidak asal gesek. Saya menyediakan beberapa uang pecahan
di dompet, agar saya tidak sebentar—sebentar gesek kartu ATM.
Oleh sebab itu, siap-siap tinggalkan atau gunting kartu kredit kalau
kartu yang Anda anggap sakti menjadi masalah di kemudian hari. Dan gunakan
kartu ATM Anda dengan bijak.
Karanganyar, 24 Maret 2016
Sumber tulisan ini : http://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/kartu-kredit-dan-kartu-atm_56f374a1f57a613c07cee648
Tidak ada komentar:
Posting Komentar