Bagi saya, waktu sangat
berharga dan berarti. Saya ingin menghabiskan waktu setelah pulang mengajar
bersama anak-anak. Kalau kebetulan saya libur kelas atau tidak mengajar di
sekolah, saya akan mengerjakan kegiatan di rumah. Menjadi isteri dan ibu sepenuhnya.
Akan tetapi saya tidak lantas mengerjakan keperjaan rumah dari pagi sampai
selesai. Kebiasaan saya kalau pas libur tidak mengajar, setelah suami dan
anak-anak meninggalkan rumah menuju sekolah, saya akan menulis lebih dahulu.
Kadang, karena terlalu asyik, saya jadi lupa waktu. Pekerjaan rumah saya
kerjakan setelah menulis.
Hari ini saya mendapatkan
pemberitahuan lewat sms, bahwa guru dan karyawan akan menjenguk salah seorang
guru yang sedang sakit. Setelah menjenguk teman dilanjutkan “tilik bayi”. Tilik
bayi adalah bahasa lain menjenguk bayi yang baru lahir (tapi bukan yang baru
saja lahir lo). Selain menjenguk bayi tentunya menjenguk ibu si bayi dan
keluarganya. Kebetulan Ayah dari sang bayi adalah keluarga yayasan.
Rencananya kami akan
berangkat bersama-sama, berkumpul di sekolah terlebih dahulu. Jadwalnya jam
satu siang berangkat. Saya berangkat ke sekolah setelah shalat dhuhur. Sayang,
sampai jam setengah dua tak ada tanda-tanda kami mau berangkat. Bagi saya waktu
saya terbuang dengan percuma. Tahu seperti ini, saya datangnya mepet-mepet
saja.(ternyata teman-teman banyak yang gedumel).
Akhirnya Bapak Kepala
Sekolah memberi tahu bahwa pengisian angket atau apa (saya tidak mudeng, karena
berhubungan dengan UNBK), agak lama. Hal ini dikarenakan koneksi ke pusat juga
sulit. intinya sebagian dari kami berangkat duluan, sedangkan yang ada
kepentingan dengan UNBK menyusul.
00000
Ternyata teman saya sakit
gejala tipes. Tapi sudah agak mendingan. Kami tidak lama-lama di rumah Mbak
Rosita, guru yang masih muda, guru yang sakit. Setelah mendoakan kesembuhan
mbak Rosita, kami menuju warung bakso. Acara tilik bayi batal, karena waktunya
tidak memungkinkan, terlalu sore nanti pulangnya.
Jajan bakso ramai-ramai
bersama teman guru, ini yang saya tunggu-tunggu. Apalagi jajannya gratis, saya
sangat suka. Saya tidak takut terhadap bendahara yang guntingnya tajam. Sekarang
guntingnya sudah tumpul. Jadi tidak sedikit-sedikit potong gaji.
Kami sepakat makan bakso di
warung milik orang tua murid saya yang sudah lulus. Murid saya bernama Feri,
dulu jurusan Multi Media. Alhamdulillah, anaknya masih ingat dengan saya. Mungkin
yang diingat-ingat adalah karena suka menghukum siswa yang terlambat dengan
hukuman push up lima kali saja.
Warung bakso milik orang tua
Feri berada di kampung Celeb, Jaten, Karanganyar. Lumayanlah, rasanya mantap. Tapi
sayang, yang pesan es teh dan es jeruk agak kecewa karena lupa diberi gula
pasir. Yang teh jadi es teh tawar dan yang pesen es jeruk cengir-cengir karena
masam. Tapi semua bisa diatasi, karena lupa belum dikasih gula pasir, timggal
diberi gula saja.
Saya bersyukur, jajan bareng
kali ini penuh dengan suka cita, sebab tidak ada rasa sungkan dan rasa tak
enak. Mengapa demikian? Karena Bapak Kepala Sekolah masih ada urusan di
sekolah, jadi tidak bisa ikut. Rupanya teman-teman juga merasa bebas, merdeka!
Eh, saya juga merasa merdeka!
Acara makan bakso cukup
singkat alias waktunya secukupnya saja. Tidak berlama-lama. Nah, ini yang
paling penting, kata teman saya “wartawane mengko mesthi poto-poto, terus
wawancara.”
Ya jelas, namanya juga
ketemu murid. Hehe, pastinya masuk blog juga. Selamat menikmati Bakso Gendhut.
Karanganyar, 7-8
April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar