Gambar 1. Dalam bis, mudik ceria dok.pri |
Hari ini jadi berangkat ke
Yogya. Saya pikir rencana yang disusun beberapa hari yang lalu batal, pasalnya
pagi tadi dhenok agak malas-malasan. Berhubung anaknya tidak siap, saya mulai
membuka satu buku. Rencananya mau membuat ringkasan. Saya jadi peduli dengan
buku-buku motivasi menulis. Ini efek diopyak-opyak teman.
Laptop saya tutup kembali,
dan tidak sampai 5 menit saya sudah siap dengan sepeda motor. Dhenok juga simple
banget, kami memang orang yang simple dan tak suka ribet. Oke, meluncurlah ke
Bejen (rumah Om-nya dhenok) untuk menitipkan sepeda motor.
Cukup lama saya menunggu bis
dari arah Tawangmangu/Matesih menuju Solo. Alhamdulillah, akhirnya kami bisa
duduk manis di dalam bis yang tak terlalu penuh. Dhenok mulai bercerita. Mulai dari
temannya Mas Dhiva, Maya, Toba, Ari, Asa, Diki, halah banyak sekali. Lalu menceritakan
dolannya ke Wonogiri, Tawangmangu, SGM, Palur dan masih banyak lagi. Simboknya yang
imut ini memang harus rela mendengarkan anaknya yang ABG.
Dari Karanganyar ke Solo, tarifnya
Rp. 7.000,00 per orang. Sampailah di terminal Tirtonadi. Saya harus menunggu
bis yang akan membawa ke Yogya. Tak perlu buru-buru, santai dan sabar menunggu
bis dari Surabaya. Alhamdulillah, tidak pakai lama bis Surabaya menuju Yogya
sudah datang.
Mengapa saya berusaha naik
bis jurusan Surabaya-Yogya? Mengapa saya tidak naik bis jurusan Solo-Yogya? Alasan
saya sederhana, bis jurusan Surabaya-Yogya hanya menaikkan penumpang dari
terminal Tirtonadi. Di jalan, bis ini tidak menaikkan penumpang lagi. Sedangkan
bis jurusan Solo-Yogya, menaikkan penumpang di sepanjang jalan atau penumpang
mencegat di pinggir jalan. Tarifnya juga berbeda. Kalau memakai bis jurusan
Surabaya-Yogya, dari Solo ke Yogya tarifnya hanya dua belas ribu rupiah per
orang. Sedangkan bis jurusan Solo-Yogya ongkosnya bisa lebih dari dua belas
ribu rupiah per orang.
Karena dhenok belum sarapan,
saya membeli 2 arem-arem (kecil) dan 1 bungkus tahu goreng pada pedagang
asongan, harganya lima ribu rupiah. Saya bilang petualang makannya sekedarnya
saja. Hehe, ngirit.
Seorang pengamen puisi masuk
bis. Mendoakan penumpang, serta ikut berpromosi bis yang ditumpangi. Ngamen membaca
puisi. Dia tidak mau diberi uang orang yang sudah tua dan anak-anak di bawah 17
tahun. Hehe, pengamennya sopan banget.
Sampai Giwangan sukses,
dhenok tidak mabuk. Lalu saya dan dhenok naik bis jurusan Wates. Ongkosnya empat
ribu rupiah per orang. Turun dari bis, mampir ke Toko Damai Indah, Jl. Bantul. Lalu
berjalan kaki menuju rumah Bapak. Dhenok selfi di tempat usaha kerajinan,
sebelah barat juragan kacang.
00000
Sampai di rumah Bapak, Ibu
dan Bapak kaget. Apalagi keponakan saya yang kuliah di Fak. Pertanian, UGM,
rada heboh. Karena sudah waktunya maksi, saya dan Afi, keponakan saya beli mie
ayam di warung tetangga. Lumayan, mantap sekali. Apalagi begitu saya datang,
Bapak langsung membuatkan teh hangat (walah, anaknya gak tau diri).
Setelah berbincang-bincang,
dilanjutkan shalat lalu mandi. Jam setengan tiga saya harus bersiap untuk
pulang. Sebenarnya yang ingin mudik kali ini si dhenok. Dia ingin foto bersama
Bapak dan Ibu. Dhenok mau membandingkan foto 16 tahun yang silam dengan
sekarang. Enam belas tahun yang silam, setelah syukuran aqiqoh, dhenok
digendong Ibu foto bersama Bapak. Kali ini dia mau foto di tengah-tengah antara
Ibu dan Bapak. Ternyata Afi ikutan foto, jadilah kami foto bergantian.
Selesai foto-foto, hujan
turun dengan derasnya. Nasib, nunggu sebentar. Setelah reda, tinggal gerimis
kecil, saya bilang pada Bapak untuk cenglu ke jalan raya, daripada bolak-balik.
Cenglu itu bahasa kerennya dari berboncengan tiga orang.
Gambar 2. Cenglu, 3 generasi dok.pri |
Tidak lama menunggu datangnya
bis yang menuju ke arah terminal. Kebetulan sekali, bis jurusan Yogya-Surabaya
sudah siap menuju Solo. Bis meninggalkan terminal Giwangan. Perasaan saya tidak
nyaman. Sopirnya rada ra beres le nyetir. Badalah tenan, sampai Delanggu bis
mau menghantam tronton yang ada di depannya. Astaghfirulloh, banyak penumpang
yang beristighfar (saya sempat senam jantung). Suara grek-grek, bis bagian
depan sudah menyentuh pantatnya tronton. Rupanya si tronton mengerem mendadak. Slamet,
slamet, ora papa.
00000
Jam lima sore sampai terminal
Tirtonadi. Kalau sudah sore begini, kendaraan sudah jarang. Saya naik bis
jurusan Matesih. Pokoknya yang penting sampai Bejen. Penumpang bis tidak
terlalu banyak. Bis keluar dari terminal. Sang kondektur menawari calon
penumpang untuk naik.
Sampai di Jaten, saya lihat
bis Rukun Sayur. Wah, ini bakalan kebut-kebutan berebut penumpang (di sini
kawasan pabrik, karyawan pabrik pada keluar mau pulang). Benar saja, di jalur
utara sedemikian sempit, dua bis berdampingan, ngeri (senam jantung bagian
kedua). Kalau bertabrakan atau nabrak divider terus gimana? Akhirnya bis Rukun
Sayur berhenti, mengambil penumpang. Bis yang saya naiki mengambil penumpang di
depannya.
Di Papahan, tidak bisa
kebut-kebutan. Dari Papahan sampai Karanganyar tidak ada pembatas jalan ruas
kiri dan kanan. Mau tak mau bis harus berjalan antri. Akhirnya sampai Bejen
dengan selamat. Turun dari bis, dhenok
happy sekali.
Hari ini saya sudah memenuhi
keinginan dhenok untuk ke Yogya menengok Mbah Uti dan Mbah Kakung yang semakin
sepuh (Alhamdulillah, Ibu dan Bapak sehat selalu). Kebetulan dhenok yang lagi
kelas X libur karena kelas XII sedang UN. Saya sendiri tahun ini tidak
mengawasi UNBK. Jadilah saya dan dhenok menikmati mudik ceria ini. Selfinya sudah
terpenuhi. Jalan-jalan santai mencari bis. Mendengarkan curhatnya. Terakhir beli
nasi sambal, walah nikmatnya tiada tara.
Kapan bisa seperti ini lagi,
ya?
Karanganyar, 6 April
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar