Bersahabat dengan alam dok.pri |
Semalam hujan turun dengan
derasnya. Saya yang terbiasa kalau hujan turun di malam hari bergegas
menyelamatkan si Dhenok untuk menyelimuti atau sekedar melongok kamarnya, kali
ini tidak. Kantuk benar-benar tak bisa saya tahan. Tapi saya tahu, Dhenok pasti
berupaya sedemikian rupa supaya tidak kedinginan dan mematikan kipas anginnya.
Hujan benar-benar deras,
sama seperti cerita teman saya sehari sebelumnya. Mojogedang hujan hingga pagi.
Dia bersyukur karena sawah mendapatkan air yang melimpah.
Wah, saya juga harus
bersyukur. Sawah belakang rumah semoga aman tidak rusak dan stok air cukup. Agar
saudara saya yang menggarap sawah kelak waktu panen mendapatkan hasil yang
banyak. Dengan demikian kami juga mendapatkan gabah yang sebanding, bukan?
Saya tidak tahu, saat itu
jam berapa, terdengar petir menggelegar dan dahsyat. Saya pikir awalnya ada
travo di luar yang meledak. Tapi listrik tetap hidup. Berarti suara tadi adalah
petir. Mungkin dengan tegangan tinggi mampu menggetarkan rumah dan kaca jendela
agak lama.
Si kecil langsung meringkuk.
Menutupi telinganya dengan selimut. Sementara tangan satunya memegang lengan
saya.
“Takut Mama.”
Saya dekap dia, saya
selimuti dengan rapat. Saya berharap tidurnya kembali nyenyak.
00000
Jam tiga pagi, hujan telah
reda. Saya tak mendengar sisa rintiknya sama sekali. Saya bangun untuk
membuatkan susu si kecil. Lalu menyiapkan diri untuk menyantap nasi sayur sekadarnya,
dua butir kurma, 2 buah biscuit dan teh
panas. Saya berharap niat saya untuk mengganti puasa yang saya tinggalkan
Ramadhan tahun lalu tidak mendapatkan godaan di sekolah.
Meskipun semalam hujan deras
tapi pagi ini saya sudah berkeringat karena udara tidak dingin sama sekali. Malah
terasa panas dan sumuk.
Karanganyar, 11 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar