Mangkok dawet dok.pri |
Beberapa hari yang lalu, Faiq bernah bertanya pada saya,”Ma, kita punya
mangkok buat wedang ronde, tidak?”
“Punya, tapi nggak banyak. Di sana letaknya.”
Saya menunjuk bawah tandon air kosong. Saya pernah membeli mangkok kecil dan
sendok bebek. (Saya biasa menyebut mangkok dawet. Dulu ketika saya masih kecil,
kalau membeli dawet memang menggunakan mangkok bukan gelas. Sendok bebek
lazimnya dipakai untuk makan soto.)
Kata Faiq siswa kelas X Imersi diberi tugas membuat wedang ronde dan cara
menyajikannya. Sebenarnya saya mau mengajarkan cara membuat bola-bola ronde,
tapi Faiq mengatakan besok saja kalau sudah waktunya. Saya tidak memaksa.
Setelah maghrib, Faiq bertanya kalau mau membuat bola-bola ronde sekarang
bisa tidak? Saya jawab tidak bisa, sebab saya hanya memiliki tepung ketan dan
gula jawa saja. Saya tak memiliki tepung beras untuk campuran tepung ketan.
“Dipakainya kapan?”
“Besok!”
“Walah, jelas tidak bisa. Tepung berasnya habis, sedangkan sekarang
hujan. Faiq kok bilangnya mendadak.”
“Sebenarnya ini tugas teman satu kelompok, tapi mereka tergantung Faiq. Mangkok
dan sendok saja Faiq yang sediakan.”
“Kalau bilangnya siang, kan Mama bisa cari bahannya. Nyerah!”
Saya tahu, baru saja Faiq chatting dengan temannya. Biasanya Faiq ready,
kalau tidak dadakan. Hujan-hujan begini, siapa mau basah kuyup demi beberapa
butir bola-bola ronde? Ya, namanya ABG berpikirnya belum maju. Semoga kelak
bisa lebih dewasa lagi.
Karanganyar, 16 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar