Nostalgia Kulakan dok.pri |
Ketika Faiq memutuskan untuk
berjualan di kelas, modalnya patungan dengan temannya, saya tidak melarang.
Saya membiarkan mereka berdua untuk terjun di dunia usaha. Daripada membeli
jajanan, lebih baik berjualan jajanan. Keuntungannya dibagi 2, buat Faiq dan
temannya.
Saya tahu, Faiq termasuk
anak yang kreatif. Selain menjual jajanan, Faiq juga membuat kerajinan dari
kain flannel berupa wadah hp. Hasil kerajinan tangan tersebut ditawarkan kepada
teman-temannya. Ada bando lucu dan jepit kupu-kupu. Tapi sekarang tak ada
sisanya.
Saya suka dengan keseharian
Faiq sepulang sekolah. Langsung ke pasar tradisional, kulakan. Naik sepeda
dengan dilengkapi keranjang. Dagangannya ditaruh di keranjang. Jajanan anak-anak
tidak terlalu berat. Sampai di rumah, langsung ganti pakaian, makan siang lalu
tiduran.
Malam harinya hanya sebentar
membuka-buka buku. Saya tak menekan, tak memaksa Faiq belajar. Saya repot
dengan si kecil yang usianya belum 1 tahun, sering sakit. Sementara Ayah tidak
telaten dan sabar menunggui Faiq belajar. Kalau Faiz kecil sudah dapat diatasi,
saya akan membantu Faiq belajar. Saya memang harus ekstra sabar, sebab Faiq
tidak mau membaca. Jadilah saya membacakan materi pelajaran. (Sampai sekarang
juga begitu. Yang mau ujian ini siapa?)
Walaupun Faiq terjun
langsung di dunia usaha, tapi prestasinya tidak kalah dengan temannya yang tak punya kegiatan
apapun. Saya bersyukur, saya memberikan kenyamanan bagi Faiq. Mungkin karena
Maminya ini tidak pernah memaksa menjadi yang terbaik, Faiq juga punya tanggung
jawab. Menurut saya Faiq is the best.
Setelah naik kelas 6, Faiq
tak lagi berjualan jajanan. Dia mulai mengatur waktu untuk belajar menghadapi
ujian. Waktu itu Faiz masih 2 tahun, sementara Ayah beberapa hari repot tugas ke
luar kota. Ayah mendampingi atlit badminton yang akan bertanding pada POPDA
Provinsi, di Semarang. Saya membiarkan Faiq mandiri mengikuti les. Berangkat dan
pulang les naik sepeda.
00000
Faiq yang dulu imut pandai
mencari uang, kini mulai ingin memiliki usaha. Sebenarnya saya menyarankan
berjualan di Car Free Day. Bisa sendiri atau dengan teman sekolahnya yang
rumahnya dekat kota. Tapi rupanya dia
merasa tidak sreg. Ingin membuka usaha kalau sudah kuliah saja (masih lama
yooo).
Lupakan Faiq yang belum memulai
usaha di usia remaja ini. Tadi pagi, Faiq menagih saya untuk belanja ke Pasar
Jungke Karanganyar. Ceritanya dia ingin terong goreng, ayam, dan membuat
sambal.
Selesai berbelanja, Faiq
mengajak saya ke tempat dia kulakan ketika masih SD dulu. Kali ini Faiq membeli
jajanan banyak, tapi tidak untuk dijual, melainkan untuk stok menemaninya
belajar. (walaupun Faiq sudah 4 tahun tidak jualan lagi, tapi pedagangnya
hapal, sebab Faiq kadang-kadang membeli jajanan dalam jumlah banyak). Selain jajanan,
Faiq membeli kopi. Saya jadi heran, dia memiliki kebiasaan minum kopi (tidak
selalu pagi, kadang siang atau malam). Awal bulan kemarin dia membeli Fresco,
pagi tadi membeli White Koffie. Saya tak pernah mengenalkan padanya minuman
kopi.
Kopi dan cerita dok.pri |
Oh, mungkin kami memiliki
kebiasaan yang sama, begadang. Bedanya dulu saya belajar hanya ditemani suara
radio, sekarang Faiq ditemani lagu-lagu dari hp. Kalau malam telah larut, yang
ada suara murotal. Bila suara murotal, hanya satu surat saja, berarti dia
sambil menghapal. Tapi kalau saya panggil, tak ada sahutan, itu artinya saya
harus mematikan hp.
Bagi saya, kalau Faiq
membeli jajanan dalam jumlah banyak, itu pertanda mengurangi jajan di sekolah.
Sekarang Faiq memiliki kesadaran sendiri mengurangi pengeluaran. Dia minta uang
saku seminggu sekali. Karena uang yang diterima dalam seminggu jumlahnya
banyak, dia merasa sayang untuk boros. Semoga Faiq bisa mewujudkan cita-citanya
ketika masih kecil, yaitu memiliki toko atau rumah makan. Sekarang waktunya
mengumpulkan modal.
Karanganyar, 29 Mei
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar