Ada Apa Dengan Keris? Ilustrasi |
Masuk rumah almarhum mertua
saya, saya jadi ingat keris yang dimiliki Bapak mertua. Awalnya saya tidak
pernah mengira sama sekali akan berada di lingkungan yang berbau mistis. Bahkan
ketika pertama kali masuk rumah mertua setelah menikah, perasaan saya sungguh
tak enak. Apalagi di depan rumah ada kijing yang berjajar rapi, di dalam rumah
terdapat kotak peti mati yang jumlahnya tak sedikit. Benar-benar membuat saya
merinding. Tidak pernah saya duga sama sekali.
Tiap malam kalau saya mau ke
kamar kecil, saya harus membangunkan suami. Pokoknya hati saya deg-degan. Ketika
malam-malam ada yang ketok pintu, lalu terlihat beberapa orang laki-laki
memesan peti mati, kain kafan dan lain-lain, saya selalu merinding. Saya membutuhkan
waktu beberapa bulan untuk menyesuaikan diri, mengumpulkan keberanian untuk
sekedar menatap peti mati yang berada di dalam rumah pada malam hari. Maklum,
mertua saya jualan peti mati, kain kafan dan uba rampenya.
Setiap malam jumat, saya
selalu mencium aroma kembang. Pagi harinya saya lihat air kembang disiramkan ke
halaman samping rumah. Lama-kelamaan saya terbiasa dengan keadaan yang
sebenarnya bagi saya teramat asing. Jauh berbeda dengan suasana rumah Bapak saya
di Yogyakarta. Akhirnya saya harus berdamai dengan lingkungan seperti itu.
Suatu ketika, Bapak mertua
saya kedatangan tamu. Entahlah, saya tak tahu maksud kedatangan tamu tersebut. Yang
saya tahu, Bapak mertua mengambil keris dari kamar beliau. Di hadapan sang
tamu, keris dikondisikan berdiri. Konon kabarnya, keris tersebut ada isinya
(jin), dan nyatanya keris tersebut berdiri tegak. Setelah itu saya tak lagi
memperhatikan hal berikutnya. Ternyata Bapak mertua memiliki beberapa keris. Keris-keris
tersebut mendapatkan perlakuan khusus (mungkin juga jamasan, saya tak begitu
paham).
Ketika Bapak mertua
meninggal, satu dari keris yang dimiliki diminta Pakde (kakak dari Bapak
mertua). Keris yang lain tetap berada di rumah. Ibu mertua menyimpannya. Tiga tahun
setelah Bapak mertua meninggal, Ibu mertua meninggal karena sakit tumor limfa
stadium lanjut.
Suami dan adik-adiknya
berembuk tentang siapa yang akan membawa keris milik almarhum Bapak mertua. Kata
orang-orang, keris yang ada penghuninya biasanya akan mencari tuannya. Dia (keris
tersebut) akan kerasan tinggal di mana. Saya bilang pada suami, nggak usah bawa
keris kalau nanti malah repot harus memperlakukan keris tersebut. Menurut isteri
adik ipar saya yang Bapaknya dulu memiliki keris, begitu Bapaknya meninggal,
kerisnya dilarung.
Ternyata adik suami yang
ragil mau membawa keris tersebut. Akhirnya keris tadi menemukan tuannya. Ada keris
yang dibawa teman adik ipar, namun akhirnya dikembalikan. Alasannya tidak kuat.
Maksud dari tidak kuat adalah berat konsenkuensinya. Akhirnya adik ipar merawat
semua keris yang tersisa milik alm Bapak Mertua.
00000
Sore tadi saya bertanya pada
suami tentang keris. Setahu saya, kalau Guru memakai pakaian beskap jangkep
selalu kerisnya juga dipakai. Dan saya pernah tahu kalau suami membawa keris.
“Yah, Ayah menyimpan keris
tidak?”
“Apaan? Tidak punya keris.
Semua dibawa Om Arif.”
“Kalau pakai beskap jangkep
itu kan pakai keris juga.”
“Itu Cuma pinjam milik
teman. Memang kenapa, kok tiba-tiba Mami tanya tentang keris?”
“Mau buat artikel tentang
keris. Arep tak foto.”
“Ambil gambar dari Google
saja.”
Akhirnya saya memutuskan
menulis dulu sampai selesai sambil sesekali melongok kamarnya Faiq. Kebiasaan
Faiq kalau belajar sambil mendengarkan lagu atau buka-buka internet.
Keris, ada apa denganmu? Kok
saya tiba-tiba pingin nulis tentang keris?
Karanganyar, 1 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar