Rachman Big Family dok.pri |
Pertama-tama, jangan melihat judul dengan memicingkan
mata. Ingat saja, muslimah adalah wanita sholehah. Ini ceritanya mau berkisah
tentang senam jantung yang saya rasakan bila saudara-saudara perempuan saya
tiba-tiba menelepon (tidak berkabar lewat WA). Perasaannya jadi gimana gitu.
Apalagi
kalau pas mereka menelepon, saya tak membawa hape. Jadilah semakin penasaran
dan dag-dig-dug. Kalau ditelepon balik, mereka juga tak langsung mengangkat
hape. Dikirimi sms, mereka juga tak segera menjawab. Pikiran saya langsung
tertuju pada kedua orang tua yang sudah senja. Ada apa dengan Mamiku dan
Bapakku?
Saya 6 bersaudara, kakak saya yang sulung laki-laki. Yang
lainnya perempuan semua. Empat saudara perempuan saya berdomisili di
Yogyakarta. Praktis, dengan berkirim WA, dalam waktu tak lama 4 saudara
perempuan saya bisa berkumpul. Lain halnya dengan saya. Saya memerlukan waktu minimal
3 jam untuk sampai Yogyakarta.
Dua hari yang lalu tiba-tiba kakak saya yang nomor 2
menelepon. Pertama menanyakan kabar, terus bertanya-tanya tentang uang. Begitu topiknya
uang, saya kok jadi berbunga-bunga, apalagi kalau dia bilang uangnya bisa diambil
saat kamu mudik. Pasti saya tidak akan menunggu waktu atau menunda-nunda, saya
langsung mudik!
Di sini saya mulai berpikir, saudara memang begitu. Kalau
ketemu bareng tumplek blek kadang berselisih paham sampai padu dewe-dewe. Kalau
lagi berjauhan, saling merindukan. Saya termasuk yang selalu dirindukan. Huwaaa,
ge-er saya. Selalu yang ditanyakan kapan mudik, ya Cuma saya. Yang lain kan
tinggal di Yogya.
Lantas kemarin siang di kala saya sedang rapat, kakak
saya yang guru SD menelepon. Berhubung hape saya posisi silent maka saya tak
tahu. Ketika saya bertanya, mau bicara apa ya kok nelpon aku? Jawabnya sungguh
membuat saya terharu, walah wis lali!
Tapi saya yakin banget kalau mereka mau bertanya,”Awal
puasa sekolah libur, murid dan gurunya libur. Kamu pasti mudik kan?”
Sayangnya kali ini awal puasa saya tidak bisa mudik. Saya
manut suami saja. Kalau akhirnya yang bisa mudik suami sama si Dhenok, ya
biarlah. Saya menunggu rumah sambil jaga ayamnya Thole yang makin banyak.
Sebenarnya saya ingin mudik. Bagi saya mudik di awal
Ramadhan memiliki arti tersendiri. Pertama saya ingin berkumpul dengan saudara
(jadi ingat waktu kecil), berbuka puasa makan bareng lesehan. Yang kedua,
mumpung masih ada kesempatan, saya ingin berpuasa bersama kedua orang tua. Ketiga,
Yogyakarta selalu memberi nuansa tersendiri. Dan yang keempat kalau ditanya
teman guru, bu Im mudik nggak? Saya bisa menjawab dengan bangga, mudik dong!
Siapa tahu mudik bisa menyambangi kampung Ramadhan,
sekitar Masjid Jogokariyan dan Kauman. Keren, bukan? Orang Yogya kalau ada
waktu kok nggak mampir ke Kauman dan Jogokariyan, wah wah rugi. Orang luar
Yogya saja penasaran dengan Masjid Jogokariyan lo!
Tapi sudahlah, kalau hari ini tidak bisa mudik, saya
berharap bisa diajak jalan-jalan ke desa Jumantono lalu panen singkong. Soalnya
dua hari yang lalu teman suami ada yang menawarkan panen singkong. Panen
singkong, mau dong!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar