Kali ini saya tidak menceritakan pengalaman saya
mengikuti BPJS Kesehatan. Saya akan membagikan pengalaman dua teman saya yang
kebetulan ditawari ikut BPJS Kesehatan.
Teman A
Tahun 2014, suami teman A divonis tumor otak dan harus
menjalani operasi. Untuk periksa dan operasi, jelas akan memerlukan biaya yang
besar. Teman A disarankan iparnya untuk mengikuti BPJS Kesehatan. Awalnya teman
A menolak, alasannya dia berharap suaminya bisa sembuh setelah menjalani
operasi, pengobatan dan terapi. Setelah dipaksa-paksa saudaranya, akhirnya
teman A mau mengikuti BPJS Kesehatan. Dia mengambil kelas 3, sehingga iuran
yang harus dibayarkan setiap bulan tidak terlalu banyak.
Setelah menjalani operasi, suami teman A tidak menunjukkan
kemajuan yang berarti. Mata tidak dapat untuk melihat, memorinya sudah tidak
baik lagi. Mengingat nama isteri dan dua anaknya saja lupa. Tidak mengenal
suara isteri dan anaknya yang cenderung orang dekatnya selama ini.
Setelah menjalani operasi, suami teman A sempat
mengalami kritis dan masuk RS di Surakarta. Keluarga teman A minta agar suami
teman A bisa dirawat di kelas yang lebih tinggi (utama) bukan di kelas 3. Setelah
berangsur membaik, suami teman A dibawa pulang dan biaya yang harus ditanggung
teman A mendapatkan klaim yang cukup besar dari biaya yang seharusnya
dibayarkan. Sehingga teman A hanya membayar sebagian saja.
Oleh karena penyakitnya semakin parah maka suami teman
A jiwanya tak tertolong lagi (Oktober 2015). Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Sekitar bulan Pebruari-Maret 2016, anak sulung teman A
memeriksakan giginya yang sedikit bermasalah. Ternyata pemeriksaan dan
perawatannya tidak hanya sekali datang ke rumah sakit. Dilakukan berkali-kali
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Maklum, anak teman A ini akan masuk ke
perguruan tinggi dengan syarat fisik sehat. Beruntung teman A sudah ikut BPJS
Kesehatan sehingga selama periksa, dia tidak mengeluarkan biaya sama sekali.
Teman A bersyukur, ternyata BPJS Kesehatan sangat
membantu. Untung dia ikut BPJS Kesehatan.
Teman B
Teman saya yang kedua, teman B satu tahun yang lalu
lengan kanannya mengalami patah tulang. Ketika di rumah sakit ditanya apakah
ada BPJS Kesehatannya atau tidak, dia menjawab tidak. Petugas rumah sakit
menyarankan setelah menjalani operasi ini untuk segera ikut BPJS Kesehatan.
Teman B, merasa mau mendaftar BPJS Kesehatan, mengurus
dan membayar iurannya terlalu repot sehingga dia tidak mengikuti saran petugas
kesehatan. Saya sendiri menyarankan untuk ikut BPJS Kesehatan. Kalau iurannya
dirasa terlalu berat, saya sarankan untuk ikut yang ringan saja (kelas 3). Saya
tidak bisa memaksa, saya sekadar menyarankan saja.
Teman B tidak mengikuti saran saya. Akhirnya setelah
operasi, teman B menjalani kontrol 2 kali dan memerlukan biaya yang tidak
sedikit. Bandingkan kalau dia ikut BPJS, tentu saja biaya yang dikeluarkan jauh lebih ringan
bahkan bisa saja gratis karena semua biaya sudah terkaver dari BPJS asal
kelasnya sesuai.
Sudah satu tahun tangan kanan teman B dipasang platina. Dia ingin
bisa segera melepas platina. Saya tetap menyarankan untuk ikut BPJS Kesehatan
sebelum deal menentukan kapan mau operasi. Melepaskan platina, biayanya tetap
besar. Entahlah, sampai sekarang teman B belum juga mendaftar ke BPJS
Kesehatan. Padahal kalau teman B mau, manfaatnya banyak lo.
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.cc