Laptop Akhirnya Kembali dok.pri |
Kami, yang 5 perempuan
bersaudara (kalau dengan kakak tertua laki-laki jadinya enam bersaudara, enam
Noer), kalau sudah mau ngomong apa adanya, tanpa tedeng aling-aling. Omong/bicara
ceplas-ceplos memberi kritikan pada sesama saudara. Tidak boleh ada kata
tersinggung. Semua demi perbaikan diri semata. Kalau ada kritik dari saudara,
kami harus berterima kasih, bukannya marah.
Kami, yang 5 perempuan
bersaudara, kalau sudah bertemu maka suasana rumah Bapak/Ibu jadi heboh. Karena
sudah biasa mendapat kritikan dan mengkritik, maka saya juga tak pernah sakit
hati kalau dibilang ini-itu oleh saudara. Kita memang sadar diri.
Ketika saya kehilangan
laptop, Februari 2015, tahun yang lalu, saya langsung introspeksi. Saya membatin,
amalan apa yang saya tunda hari ini? Seketika itu saudara perempuan saya
menyuruh saya pulang. Saya pasrah saja. Apapun yang akan dikatakan mereka, akan
saya terima. Akan tetapi setelah sampai di rumah Bapak, ternyata berbeda dengan
apa yang ada di pikiran saya.
Saudara saya tidak
mengatakan,”Kamu kurang sedekah. Kamu pelit, kamu diberi peringatan.” Ternyata kakak
saya bilang,”biarpun sedekah kita banyak, kalau Allah mau menguji, ada saja
jalannya.”
Plong, lega saya. Malah,
saya diberi hp yang ada aplikasinya macam-macam. Harganya mahal lagi. Wah,
bagaimana saya tidak bersyukur? Di saat saya kehilangan sesuatu yang sangat
berharga bagi kelangsungan menulis saya, tiba-tiba makces, segar sekali.
Kedua orang tua saya juga
mengatakan hal yang positif tentang berita kehilangan ini. Bapak bertanya,”Ada
apa, kok kamu kehilangan laptop?” kalau saya menjawab dengan guyon juga bisa,”Ada
maling pak.” Beres bukan?
Saya mengakui, seharusnya
saat itu saya mudik. Saya harus menemui Bapak dan Ibu. Tapi saya terus menunda
dan menunda. Jadi intinya ketika saya kehilangan laptop, mas Maling sudah
mengingatkan saya,”Hai, Ima. Kamu harus pulang. Minta maaflah pada Bapak dan
Ibu!”
Lantas saya menyusun
rencana, agenda saya saat itu khusus menemui Bapak dan Ibu serta
saudara-saudara kandung saya. Bagi orang lain yang tak tahu tentang saya, pasti
langsung bilang saya kurang sedekah. Hehe, saya tak tersinggung dibilang kurang
sedekah. Mungkin ada benarnya. Sedekah itu kan cakupannya luas.
Beberapa waktu yang lalu, ketika
saya menghadiri Kopdar IIDN, IIDB, dan EPY, ada salah satu anggota yang
memberikan testimony. Beliau menceritakan tentang kebangkrutannya dan bisa
bangkit. Ketika showroomnya dirampok habis, ada kenalan dan tetangga yang
mengatakan bahwa beliau kurang sedekah. Rupanya (menurut penilaian saya dari
penuturannya) beliau tersinggung berat. Dalam hati beliau membela diri dengan mengatakan
bahwa sedekahnya yang tahu hanya dirinya dan Allah.
Kalau saya dulu justeru
bilang, Mas Maling telah mengingatkan pada saya dan suami kalau sedekah saya
kurang dan menunda amal. Jadilah saya langsung bisa berdamai dengan musibah.
Ketika 4 bulan kemudian
laptop saya kembali, teman-teman saya jadi bingung mau berkomentar dan menilai
saya. Maka saya berkata,”kalau memang masih rezeki saya, laptopnya kembali
dengan jalan yang tak disangka-sangka. Pokoknya harus banyak-banyak sedekah”
00000
Ada perbedaan antara sedekah
dengan zakat. Kalau sedekah, tidak perlu/tidak ada nishob dari harta benda yang
kita miliki, tapi kalau zakat ada nishobnya. Ketentuan benda yang kita zakati adalah
harta benda dimiliki selama satu tahun, dengan jumlah minimal tertentu.
Mari keluarkan sedekah
sebanyak-banyaknya. Kalau tak punya harta benda, bisa dengan tenaga kita, atau
dengan menyingkirkan duri dan tersenyum. Masih berat mengeluarkan sedekah? Ayo,
belajar bersedekah karena sedekah memang dahsyat.
Karanganyar, 1 Juni 2016
Wow, sudah bulan Juni
ya. Sebentar lagi Ramadhan, tapi kok aku belum mudik? Maafkan saya Bapak dan
Ibu, saya nggak durhaka loh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar