Setelah Jatuh dok. Faiqah Nur Fajri |
Sudah beberapa kali saya
mengingatkan suami untuk momong Faiz dengan baik. Ke mana saja anaknya pergi
harus selalu suami menyertai. Kata suami,”Anak laki-laki, gakpapa.” Apalagi
kalau sudah naik sepeda, saya selalu minta pada suami agar berada di dekatnya.
Yang kedua adalah saya sudah
minta pada suami agar depan garasi yang berbatasan dengan sawah tetangga untuk
dipagar atau ditembok. Rupanya kata-kata saya tak dihiraukan.
Nasi telah menjadi bubur,
semua telah terjadi dan tak bisa dikembalikan seperti sedia kala. Memang
penyesalan datangnya di akhir, akan tetapi tidak perlu menyesal berkepanjangan.
Harus ada langkah yang ditempuh dengan segera dan tidak bisa ditunda-tunda.
Semua itu adalah musibah yang menimpa Si Kecil, Faiz (5,5 tahun waktu itu).
Mata saya berkaca-kaca, saya
bergantian dengan suami memangku Faiz dan memegang tangannya. Lengan atas kiri
Faiz patah, persis di atas siku.
00000
Operasi Pemasangan Platina
Setelah menjalani pemeriksaan,
foto rongent, diambil sampel darah, Faiz dipindahkan ke bangsal. Faiz diminta
untuk berpuasa mulai jam satu malam. Pagi harinya jam 6, Faiz berganti pakaian
khusus untuk operasi. Akan tetapi Faiz harus menunggu hasil lab. Jam delapan,
diberitahukan bahwa trombosit besar, angka infeksinya tinggi (saya tidak tahu
bahasa kedokterannya). Operasi dibatalkan.
Faiz boleh membatalkan
puasanya.Malam harinya Faiz rewel. Mungkin bagian lengannya mulai nyeri dan
sakit. Suami memijit kaki dan badan Faiz agar tenang. Seorang perawat datang
dan memberikan obat anti nyeri. Mulai jam satu malam Faiz berpuasa.
Pagi harinya Faiz siap
menuju ruang operasi. Faiz lebih dekat dengan Ayahnya, maka suami menemani Faiz
sebelum Faiz dibius.
Alhamdulillah, saya
bersyukur. Suami saya yang biasanya tidak mau tahu, kaku, keras, kali ini
benar-benar bisa saya ajak kerja sama untuk menjaga Faiz dari masuk ruang
operasi hingga anaknya sadar betul.
00000
Operasi Pengambilan Platina
Operasi pengambilan platina dilaksanakan
hari Rabu, 9 Maret 2016 pagi hari. Mulai jam 1 dini hari, Faiz harus berpuasa. Saya
mengkondisikan Faiz dalam keadaan kenyang malam itu.
Awalnya Faiz diambil sampel
darah untuk kemudian diperiksa. Sementara suami berdiskusi dengan tenaga medis
lainnya. Setelah masuk ruang operasi, saya bisikkan pada Faiz.
Bismillahirrohmannirrohim. Mama tunggu di luar, assalamualaikum. Beberapa saat
kemudian saya mendengar teriakan anak kecil (Faiz). Sebentar kemudian suami
keluar dari ruangan. Berarti Faiz sudah dibius.
Sekitar jam 10 Faiz keluar
dari ruang operasi dalam keadaan belum sadar. Saya dan suami beserta 2 orang
petugas menuju zal. Faiz dipindahkan ke tempat tidur, seorang perawat cantik berpesan
jangan lupa sebentar-sebentar dibangunkan.
Sesekali suami menepuk-nepuk
pipi Faiz pelan sambil mengucap salam. Di dekat Faiz, suami juga melantunkan
zikir. Alhamdulillah, matanya sudah terbuka. Kembali kami mengucap salam. Yang
pertama kali disebut adalah ayah. Lalu mama, dan yang terakhir kakak. Setelah
itu Faiz tidur lagi.
Faiz sehat, setelah maghrib
Faiz diizinkan pulang. Sampai di rumah Faiz langsung tidur di samping Ayahnya.
[Faiz lebih dekat dengan
Ayahnya, sehingga selama dia sakit, operasi, menjalani terapi selalu dengan
suami. Suami orangnya kaku, tidak romantis. Pelit memuji. Semua yang saya
lakukan dianggap biasa. Ternyata tindakan-tindakannya menunjukkan kalau dia
menghargai usaha saya.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar