X Imersi SMA Karangpandan dok.Faiqah Nur Fajri |
Besok Senin Hari Pertama Masuk Sekolah #17
Sepertinya libur kenaikan
kelas dilanjut dengan libur akhir puasa dan Idulfitri, menjadi libur panjang. Ya,
sebulan penuh anak-anak libur sekolah. Bagi anak-anak yang naik tingkat,
mungkin hal ini tidak menjadi masalah. Nah, untuk yang pindah jenjang
sepertinya harus melakukan penyesuaian.
Dua Faiq-Faiz, tentu saja
memiliki cerita sendiri. Faiq naik kelas XI SMA. Dia sudah mempersiapkan
semuanya untuk hari pertama masuk sekolah dengan matang. Baju seragam, tas dan
sepatu sudah siap. Pakaian, memang ada sedikit perubahan, bedge-nya harus
diganti dari tingkat X menjadi XI. Dengan senang hati kemarin saya lihat sudah
memasang bedge dengan cara menjahit dengan tangan, bahasa Jawanya ndondomi.
Karena sejak kelas 5 SD Faiq sudah akrab dengan dunia per-ndondoman, dia tak
mengalami kesulitan. Berarti besok pagi siap berangkat.
Berbeda dengan satunya yaitu
Faiz. Faiz masuk sekolah setingkat dengan SD, memang namanya SDIT. SDIT yang
ini tidak sama dengan SDIT umumnya. Saya tak perlu menceritakan secara detail. Awalnya
SDIT ini menyerupai pondok pesantren dengan pelajaran agama sebagai pelajaran
utama (porsinya lebih besar). Akan tetapi kemudian dikembangkan menjadi sekolah
dasar dan jam pelajaran umumnya lebih banyak (dari sebelumnya).
Kalau dahulu (dahulu sekali
alias awal berdiri), lulusan pondok ini tidak bisa melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi di sekolah umum karena tidak memiliki ijazah SD atau
yang setara. Karena banyak santri yang ingin melanjutkan ke sekolah umum,
akhirnya ponpes tadi menjadi SD.
Saya harus bekerja lebih keras untuk menyertai
penyesuaian Faiz ini. Memang enam hari terakhir saya sudah berhasil mengatur
pola bermain dan belajar menyenangkan untuk Faiz. Namun sayang, hari Jumat dan
Sabtu, suami mengubah pola saya ini. Akhirnya usaha keras saya kalah dengan
pola yang baru diterapkan suami.
Tadi pagi bahkan sudah
terjadi aksi marah karena mau bermain game. Bermain game, itu bukan yang saya
ajarkan dan tak pernah saya izinkan. Ternyata kemarin waktu mengikuti halal bi
halal di sekolah suami, anaknya rewel. (sebenarnya kami berempat menghadiri
acara ini. Saya izin meninggalkan acara ini untuk menghadiri rapat kedinasan di
sekolah saya). Kalau rewel, ada saja ulahnya yang membuat kami menahan emosi.
Nah, kakaknya punya ide. Agar
tak ngamuk-ngamuk maka Faiz diberi mainan game dari hape. Kata kakaknya Faiz terus
anteng. Tetapi dampaknya, sampai malam hari yang dipegang Cuma hape. Ketika saya
bilang mainannya selesai ya Le, dia tetap asyik.
Untuk meredam kemarahan dan
keributan Faiz, Ayah mengajak naik sepeda keliling sawah dan pasti nanti mampir
sarapan “soto sawah”. Sebenarnya bersepeda adalah kebiasaan rutin yang
dilakukan Ayah dan Faiz setelah bangun tidur.
Kembali pada besok Senin
adalah hari pertama masuk sekolah. Zaman memang sudah berubah. Saya tidak bisa
melakukan sesuatu seperti waktu Faiq masuk SD dulu. Semua serba manis-manis
saja, datar, berjalan apa adanya. Kali ini saya harus lebih perhatian kepada
Thole.
Besok saya harus ikut
sekolah, tidak sekadar mengantar. Besok hari pertama sekolah, Faiz akan diberi
jadwal pelajaran, jadwal pemakaian seragam sekolah, diberikan buku penghubung antara
wali dan pihak sekolah. Saya harus berkenalan dengan sang ustad. Saya harus
meyakinkan padanya bahwa semua baik-baik saja. Kemarin waktu rapat wali santri,
pimpinan sekolah sudah membeberkan dengan gamblang tentang pengajaran di pondok
ini. Kami sebagai wali harus ikhlaskan anak-anak belajar di sini. Semua akan
baik-baik saja.
Kalau Thole masih bersifat
kanak-kanak, semoga di sini bisa mandiri. Kalau Thole memiliki kekurangan di
bidang akademik, semoga di bidang agama dia lebih oke. Itulah harapan saya di
hari pertama masuk sekolah besok.
Karanganyar, 17 Juli
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar