Tak Ada Kebohongan dok.pri |
Setelah Ramadan, Sudahkah Kita Menjadi Lebih Baik? #14
Selama Ramadan, kita
berusaha menjaga puasa kita, shalat kita, sedekah kita, baca quran kita dan
ibadah lainnya. Setelah Ramadan berlalu, sehari kemudian dengan penuh suka cita
kita sambut hari kemenangan. (Kemenangan dilihat dari sudut manakah? Kemenangan yang bagaimana?)
Kita berusaha untuk menemui orang
tua, saudara, kerabat, handai taulan dan tetanggga. Baik tetangga dekat maupun
yang jauh. Bahkan kita rela menemui orang yang baru kita kenal. Sungguh sangat
terpuji tindakan kita. Sebenarnya semua itu tidak terlalu muluk-muluk dan
berlebihan.
Pada orang yang kita temui,
lantas kita bermaaf-maafan. Mengucapkan permintaan maaf yang panjang lebar,
sungkem dan biar kelihatan khusyuk diiringi tangisan dan derai air mata haru. Satu
sama lain akan melakukan hal yang sama. Bagus, itu bagus, tidak ada jeleknya.
Suasana haru berubah menjadi
ceria. Canda dan tawa menyertai obrolan, sehingga semuanya berjalan baik dan
suasana jadi hidup. Makan besar tersedia, camilan dari yang biasa hingga yang
luar biasa dihidangkan dan angpao siap dibagikan. Angpao tidak sebatas buat
anak-anak, melainkan orang tua juga mendapatkan dari saudaranya yang lebih
mampu. (saya termasuk orang tua yang dapat angpao dari kakak, karena memang
perlu angpao dilihat dari tingkat perekonomian. Haiyahh, ini modus banget!)
Kalau di instansi, suasana
halal bi halal sedikit agak resmi. Acaranya juga disusun dengan rapi. Tidak semua
orang boleh bicara. Yang boleh bicara hanya pembawa acara, pemberi sambutan dan
pengikrar saja. Yang lain diam, duduk manis, mendengarkan sambil menikmati
kudapan. Dengan teman kiri kanan boleh bicara tetapi pakai bahasa isyarat atau
bisik-bisik saja.
Setelah acara selesai,
dilanjutkan bersalam-salaman. Ekspresi teman-teman memang macam-macam. Tapi intinya
suka cita setelah bermaaf-maafan. Harapannya mulai hari itu, meminimalkan
berbuat salah pada kawan-kawan baik disengaja maupun tak disengaja. Amin,
semoga bisa menjauhkan diri dari khilaf dan dosa.
Lalu, apa jadinya bila di
hari pertama ngantor sudah ada teguran keras, sudah mulai ada yang main
ngancam, sudah mulai perang? Lantas, Ramadan kemarin rapornya bagaimana? Apakah
Ramadan berlalu, kesalahan bisa diawali? Manakah kata-kata mohon maaf lahir dan
batin?
Memang mengucapkan mohon
maaf lahir dan batin itu gampang. Apalagi kalau Cuma menuliskannya di FB,
twitter, group WA, seolah sudah cukup. Ternyata praktek dari mohon maaf lahir
dan batin dan tak mengulangi kesalahan lagi itu tidak segampang copy paste.
Sebagai manusia, kita bisa
memulai dari hal-hal yang sederhana, dari hal kecil, memaafkan dan minta maaf. Menghilangkan
dendam kesumat dan menjauhkan diri menonjolkan keakuan dan keangkuhan.
Manusia tempat salah dan
khilaf. Bila kita berhadapan dengan anak kecil maka katakanlah anak ini
kesalahannya lebih sedikit dari saya. Kalau melihat orang yang lebih tua, katakanlah
orang tersebut lebih dahulu bertaubat dan lebih lama melakukan amal baik dari saya.
Ramadan adalah sarana
memperbaiki diri. Maka setelah Ramadan tentu kita menjadi lebih baik.
Karanganyar, 14 Juli
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar