Ini sukunku dok.pri |
Sukun
Itu Enak Apalagi Gratis
Pulang
dari sekolah, suami risih melihat sukun yang saya biarkan begitu saja di dapur.
Dia mulai mengupas sukun dan memotongnya kecil-kecil. Buah sukun utuh yang
ukurannya besar tersebut jelas tak mungkin kami habiskan. Maka perlu didistribusikan
agar tak mubazir.
Aktivitas
goreng-menggoreng sudah cukup sukses. (yang ngebet menggoreng sukun suami, tapi
kenyataannya sayalah yang repot). Sebelum saya distribusikan, saya biarkan
sukun goreng tersebut di udara terbuka.
Saya
bersiap menjemput Thole setelah Asar. Sebelum Thole dan teman-temannya selesai
shalat dan zikir, hujan turun dengan derasnya. Beruntung, saya menyiapkan 2 jas
hujan besar beserta celananya.
Ternyata
bulan September ini juga diawali dengan hujan deras. Alhamdulillah, masih bisa menikmati
udara segar. Saya tak perlu buru-buru mengendarai sepeda motor. Yang penting
sampai rumah dengan selamat.
Sampai
di rumah, saya menikmati sukun goreng dan teh panas. Enak sekali! Tak lupa,
saya distribusikan ke tetangga terdekat. Semoga barokah.
Sebenarnya,
pohon sukun depan rumah ini buahnya banyak. Tapi kalau kekurangan air, biasanya
buah rontok pada kondisi sudah besar. Bila dibiarkan 2 hari langsung busuk. Busuknya
bukan karena matang. Entahlah, kok bisa begitu. (Halo, pakar pertanian… adakah
yang tahu penyebabnya?)
Saya
mempersilakan tetangga yang ingin buah sukun untuk mengambil sendiri. Kalau kebetulan
rumah kami kosong, tak masalah bagi yang mau mengambil. Biasanya tetangga
bilang,”Bu, minta sukunnya.” Lalu dijawab sendiri,”Nggih, mendhet piyambak.” Hahaha,
ada-ada saja. Barulah nanti kalau bertemu saya dan suami, mereka bilang ke
kami.
Di
rumah, kami sisihkan beberapa potong sukun goreng. Lumayan, mengurangi
pengeluaran untuk membeli kudapan. Sukun, itu enak apalagi gratis.
Karanganyar, 1
September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar