Bersyukur
itu tak memerlukan syarat. Ucapkan syukur lalu berbuatlah sesuatu untuk
menunjukkan rasa syukur kita. Nikmat Allah begitu banyak dan kita tidak bisa
menghitung satu per satu. Lalu dengan nikmat yang sudah kita terima, mengapa
kita tidak mau bersyukur?
Jangan
keliru beranggapan bahwa nikmat tersebut hanya sebatas yang berwujud materi.
Bukan, nikmat Allah yang kita terima bukan hanya berwujud materi. Waktu luang
dan kesehatan adalah dua nikmat Allah yang sering kita lupakan.
Dengan
waktu luang dan badan yang sehat, kita bisa melakukan banyak hal, bisa
bersilaturahmi, bisa merasakan murah
bahkan gratis menghirup udara segar. Bagaimana, masih belum bisa bersyukur?
Baiklah, kita umpamakan nikmat sehat dari Allah dicabut dan kita sakit. Apa
yang kita rasakan?
Biasanya,
ini pada umumnya lo, orang akan berandai-andai bahkan mengucapkan sesuatu
sebagai nadzar bila sedang sakit. Misalnya, kalau saya sehat saya bisa
menjalankan ibadah shalat wajib berjamaah di masjid (padahal biasanya ketika
sehat juga tidak pernah shalat berjamaah di masjid). Atau, besok kalau saya
sudah sembuh maka saya akan semakin dekat dengan Allah (padahal selama ini
biasa-biasa saja).
Saya
sebagai manusia yang banyak memiliki kekurangan, selalu bersyukur atas apa yang
telah Allah titipkan kepada saya. Rezeki, harta benda, anak-anak dan suami yang
sholeh dan sholehah, waktu luang, dan kesehatan, semua saya syukuri. Bentuk
syukur saya adalah dengan menggunakan waktu luang, apa yang saya miliki, dan kesehatan
dengan sebaik-baiknya.
Kesehatan
mahal harganya. Bahkan sehat tidak bisa dibeli. Saya berupaya untuk menggunakan
waktu luang dan kesehatan badan saya untuk hal yang bermanfaat, salah satu di
antaranya adalah untuk menulis.
Banyak
hal yang bisa saya tuliskan. Dari pekerjaan yang memang harus
mendokumentasikan/mengarsip dokumen, menulis sebagai hobi dan menulis untuk
berbagi. Ketiga kegiatan menulis tersebut saya nikmati sebagai bentuk rasa
syukur saya atas waktu luang dan badan yang sehat, yang Allah berikan pada
saya.
Kalau
sudah menulis saya sering lupa waktu. Oleh karena itu menulis juga saya
jadwalkan. Biasanya menulis saya lakukan pada malam hari sebelum tidur. Atau
pulang sekolah sambil menunggu waktu untuk menjemput si kecil dari sekolah
(setelah Asar). Karena menulis sudah menjadi kebiasaan, maka saya tidak pernah
merasa terpaksa. Saya menikmati kegiatan menulis ini.
Ada
beberapa teman saya yang mungkin menganggap saya terlalu memaksakan diri dalam
menulis hingga malam hari. Mereka tidak tahu, kalau saya merasa rugi dan
kehilangan sesuatu bila saya tidak menulis.
Lalu
apakah saya bisa rutin menulis setiap hari? Agenda saya adalah menulis setiap
hari. Tapi kalau tiba-tiba saya jatuh sakit dan tidak kuat untuk berhadapan
dengan laptop, maka saya akan absen. Saya tidak menulis pada saat saya sakit.
Seperti
kemarin sepulang sekolah. Tiba-tiba kepala pusing sebelah. Saya merasa hanya
kurang tidur setelah dua hari mudik. Selain kurang tidur, jadwal makan saya
juga terganggu alias makan tidak teratur, ditambah lagi saya sedang kedatangan
tamu tiap bulan. Lengkap sudah, saya harus berdamai dengan nikmatnya sakit.
Kepala sakit sebelah, perut tak bisa diajak kompromi, keluar keringat dingin.
Pagi
hari sebelum berangkat mengajar, kondisi kesehatan belum kunjung membaik. Saya
merasa tidak kuat untuk mengendarai sepeda motor. Pasrah, mau tidak mau saya
minta bantuan suami untuk mengantar jemput. Di sekolah 6 jam mengajar, saya
tetap harus bertahan. Ketika sudah selesai dan suami siap mengantar saya pulang,
saya pamit pada teman guru. Biasanya pulang jam setengah dua. Kali ini saya
ingin istirahat dengan bobok manis.
Suami
menyarankan saya untuk “nyate kambing” dulu. Saya memilih tongseng kambing.
Sampai di rumah, menyantap nasi tongseng kambing, badan langsung bugar. Paling
tidak saya sudah bisa beraktivitas di dapur dan mencuci pakaian. Dan akhirnya,
saya bisa menulis kembali.
Ganjaran
sakit merupakan salah satu hambatan menulis. Memang dengan sakit, saya harus
beristirahat, saya tidak bisa menulis dan saya harus menikmati rasa sakit itu. Tapi
dengan sakit itulah ada ide untuk menulis. Meskipun sakit merupakan hambatan
untuk menulis, tapi saya tidak mau berlama-lama sakit. Setelah sembuh, jalan
terus menulisnya. Semoga bermanfaat.
Karanganyar,
4 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar