Beberapa
waktu yang lalu, saya ditanya kenalan. Menurut saya, kalau memiliki uang, saya
akan membayar ONH (naik haji) atau berinvestasi property? Saya menjawab dengan
jawaban logis saya lo, saya akan membayar biaya ONH.
“Begini
lo, Bu. Saya dan suami memiliki sejumlah uang. Saya berniat menunaikan ibadah
haji dan ingin segera mewujudkannya tapi suami saya ingin melunasi pembayaran
perumahan dan merenovasinya. Kalau menurut Ibu, saya harus bagaimana?”Tanya
kenalan saya memperjelas.
“Menurut
saya, lebih baik panjenengan taat suami saja. Asal bukan untuk bermaksiat, maka
keinginan suami seharusnya dipenuhi.”
Saya
merasa aneh saja. Ada orang bertanya, ingin saya menjawab, tapi jawaban saya
digiring untuk menyetujui pendapatnya. Ya sudah, menurut saya kenalan saya
memaksa kepada saya untuk sependapat dengan suami dan dia.
Karena
ibadah adalah urusan akhirat masing-masing orang dan tak bisa dipaksakan, maka
saya juga tidak ngotot, memaksakan pendapat saya padanya. Sebenarnya naik haji
dan investasi rumah tidak bisa disandingkan. Yang satu kepentingan akhirat, dan
yang lain kepentingan dunia.
Saya
dibesarkan oleh kedua orang tua, dari kalangan kurang mampu. Cita-cita saya dan
saudara-saudara saya adalah kelak menjadi orang kaya raya dan bisa segera naik
haji.
Ketika
saya berumah tangga dan memiliki dana secukupnya, bismillah saya berniat
mendaftarkan diri untuk bisa mewujudkan keinginan dan memenuhi kewajiban.
Meskipun massa tunggunya lama, saya menikmati proses penantian ini.
Sementara
ini belum terbersit untuk membeli tanah atau perumahan. Alhamdulillah, kami
sudah bisa menempati rumah sederhana. Rumah yang ada di desa dan berada di
tengah sawah. Idealnya, ibadah jalan terus, rezeki lancar dan memeliki beberapa
tanah.
Kalau
sekarang saya ditanya bagaimana pilih naik haji atau membeli tanah? Jawaban
saya naik haji atau umroh. Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kami
sekeluarga untuk mendapatkan rezeki yang barokah, bisa beribadah dengan khusyu’
Karanganyar,
24 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar