Jadilah seperti mata air |
Maharani
masih ingat setahun yang silam, ketika si kecil akan menjalani operasi
pemasangan platina di lengan kirinya. Saat itu Maharani berada di depan pintu
kamar operasi. Maharani menunggu di luar sedangkan Mahendra masih menemani si
kecil di dalam ruang antri bagi pasien yang akan menjalani operasi.
Tiba-tiba
Maharani mendapatkan pesan singkat sms dari orang nomor satu di sekolah. Isinya
: Maharani diminta datang untuk melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan.
Padahal teman-teman Maharani sudah bersedia untuk mengerjakan tugas Maharani.
Mereka tahu berkas Maharani ada di mana, jadi Maharani tak perlu untuk mengurus
sendiri. Apalagi Maharani sedang repot merawat si kecil yang baru saja jatuh
dan lengannya patah.
Bismillah,
Maharani minta izin Mahendra dan dia mengizinkan. Mungkin suami Maharani juga
tidak tega melihat Maharani bolak-balik dari rumah sakit ke sekolah dan
sebaliknya. Maharani sendiri sebenarnya kurang tidur. Tapi tak apa-apa, mungkin
memang jalan saja harus seperti ini.
Sampai
di sekolah, teman-teman Maharani kaget bukan main. Mereka tahu kalau hari itu
anak Maharani operasi. Mereka heran, kok Maharani pagi-pagi sudah sampai
sekolah? Setelah Maharani ceritakan, sebagian besar menyuruh Maharani untuk
kembali ke rumah sakit.
00000
Rupanya
bukan hanya Maharani yang dipersulit saat izin tidak masuk mengajar karena ada
kepentingan atau sakit. Teman-teman yang
lain juga tidak gampang untuk mendapatkan izin tidak mengajar karena ada
kepentingan.
Akhirnya,
semua hanya bisa pasrah dan manut ketua guru. Contoh kalau mau takziah saja,
ditanya macam-macam. Apa hubungan antara guru yang akan takziah dengan keluarga
orang yang meninggal. Kedekatannya bagaimana. Kalau bisa takziah pada malam
hari. (Kalau meninggalnya pagi terus segera dimakamkan terus bagaimana?). Aneh,
memang aneh!
Kadang-kadang,
daripada kalau sudah sampai sekolah lantas minta izin dipersulit, sebagian
guru/karyawan justeru izin tidak masuk kerja dari pagi. Sebenarnya apa yang
dikhawatirkan ketua guru? Atau, apakah ketua guru tidak percaya dengan alasan
guru/karyawan yang minta izin pulang lebih awal karena ada kepentingan
mendesak?
Lalu bagaimana
kalau ketua guru dan isterinya (juga guru di tempat yang sama) punya
kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan atau karena sakit? Ternyata orang-orang
atau guru/karyawan harus memakluminya. Nah, ini kan namanya tidak adil.
Suatu hari,
saat ulangan semester, anak Maharani sedang diare. Mau tidak mau Maharani harus
izin tidak masuk kerja. Toh, tidak mengajar dan tidak mengawas ulangan. Maharani
menitipkan surat izin pada Mahendra.
Setelah sampai
rumah, Mahendra bilang,”Ketua gurumu ki aneh. Ada orang izin kok dia gak mau
kalah dengan mengatakan: anak saya juga sakit.”
Glodhag.
Anaknya ketua guru kelas X SMK. Sakit batuk pilek, dan rumahnya juga dekat
dengan sekolah. Sedangkan anak Maharani masih kelas 1 SD, sakit diare pula, di
rumah tidak ada asisten rumah tangga. Nalarnya ketua guru sampai di mana? Anak kelas
1 SD kok dibandingkan dengan anak kelas X SMK?
Ya,
sudah. Daripada debat tak ada habisnya mending manut saja.padahal kadang-kadang
Maharani harus tega. Di saat si kecil sakit, terpaksa dititipkan ke Taman
Penitipan Anak dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Maharani tidak mau
diperbincangkan di belakang layar oleh ketua guru.
00000
Hari Kamis
yang lalu, ketua guru minta izin mau membeli obat untuk anaknya. Hanya sebentar
saja! Tidak sebentar juga boleh kok, seperlunya gitu. Hari Jumat, ketua guru
minta izin lagi memeriksakan anaknya ke dokter. Waktu itu sudah jam delapan lebih.
Di Karanganyar kota, jam-jam segitu praktek dokter umum di rumah sudah tutup.
Sebentar
kemudian ketua guru sudah sampai di sekolah. Tak lama kemudian, ketua guru
pamit lagi ada urusan tentang proporsal. Maharani sih cuek-cuek saja. Ternyata,
dua teman Maharani yang sedang keluar melihat ketua guru memboncengkan anaknya
yang sakit.
Walah,
ketua guru-ketua guru. Panjenengan itu mbok jangan mempersulit diri sendiri. Kalau
anaknya sedang sakit lalu izin memeriksakan anaknya juga tak mengapa. Tidak usah
memakai main petak umpet dan berahasia segala. Kasihan anaknya kalau
benar-benar sakit!
Hari Sabtu,
Maharani mendapat pesan WA dari teman. Isinya adalah rencana besuk anaknya
ketua guru siang itu. Anaknya ketua guru akan menjalani operasi usus buntu. Terpaksa
Maharani tidak bisa ikut karena sedang membuat soal US dengan teman guru MGMP
Kimia sekabupaten.
Walah,
kalau ketua guru tidak main petak umpet dan kucing-kucingan, kan semua bisa
diatur. Padahal pagi itu ketua guru dan isterinya masih masuk ke sekolah. Lalu keduanya
izin mau membeli obat untuk anaknya. Teman guru curiga, masa beli obat saja
harus berdua? Olala…., ternyata anaknya sudah opname dan ditunggui anaknya yang
lain.
Ketua guru
yang sering mempersulit izin orang lain, sekarang juga mempersulit dirinya
sendiri ketika anaknya sakit. Sadarlah Pak, dunia ini bukan milik ketua guru
saja. Yang lain punya hak yang sama. Permudahlah urusan orang lain sehingga
Allah akan mempermudah urusan Bapak. Ya, semua sadar, keadaan ketua guru bisa
dimaklumi. Siapa yang mau anaknya sakit? Siapa yang mau diberi ganjaran berupa
musibah? Kalau boleh memilih, pasti minta ganjaran berupa kenikmatan ya?
Okey,
mempermudah urusan orang lain sama artinya membuka jalan kemudahan bagi kita. Ini
cerita Maharani, yang selalu memberikan kemudahan bagi orang lain.
Karanganyar, 12 Pebruari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar