Sudah menjadi
rahasia umum tentang hubungan perbesanan antara Maharani dan Kumar Khan. Awalnya
memang pembicaraan yang sambil lalu saja. Suami Maharani, Mahendra adalah guru
olahraga. Teman Maharani, yaitu Kumar Khan juga guru olahraga. Puja, anak
Maharani, dulu adalah atlet Tae Kwon Do dan Adit, anak Kumar Khan adalah atlet
bulutangkis. Teman-teman Maharani sangat setuju kalau Maharani dan Kumar Khan
berbesanan.
Teman-teman
juga memberikan kompor untuk memanas-manasi. Kumar Khan kaya, ternaknya banyak,
anaknya satu, sawahnya luas dan panennya melimpah. Menurut pandangan
teman-teman, Maharani juga seperti itu. Jadi keduanya sederajat.
Sepertinya
ketua guru tidak tahu hal ini. Setiap Maharani ngobrol dengan Kumar Khan,
selalu saja Kumar Khan dipanggil untuk suatu keperluan. Seolah-olah ketua guru
curiga pada Maharani dan Kumar Khan. Jangan-jangan keduanya terlibat hubungan
terlarang.
Pada suatu
hari, Kumar Khan dipanggil ketua guru. Di dalam kantor ketua guru, Kumar Khan
ditanya-tanya tentang hal pribadi.
“Pak
Kumar, jangan sampai ada hal-hal yang bisa merusak nama baik sekolah.”
“Maksudnya
apa, Pak?”
“Begini,
saya lihat Pak Kumar sangat dekat dengan Ibu Maharani. Di luar, sangat santer
berita kedekatan antara Pak Kumar dan Ibu Maharani.”
“Tidak
perlu dilanjutkan Pak. Mohon maaf, ini urusan pribadi antara saya dan Ibu
Maharani. Sebaiknya Bapak jangan berprasangka buruk.”
“Hubungan
itu harus dihentikan, Pak!’
“Oh,
tidak bisa.”
Plok!
Muka ketua guru memerah seperti habis ditampar. Setelah Kumar Khan keluar
ruangan, ganti Maharani yang dipanggil ketua guru.
“Ibu
Maharani tahu, mengapa saya panggil?”
“Tidak.”
“Tentang
hubungan Ibu Maharani dengan Pak Kumar Khan.”
“Oh,
memang tidak boleh ya.”
“Jelas
dong.”
“Alasannya
apa Pak?”
“Jangan
ada berita miring di luar sana tentang hubungan Ibu Maharani dengan Pak Kumar
Khan.”
“Oh.”
“Tolong,
hentikan hubungan itu.”
“Tidak
bisa, Pak.”
“Mengapa?”
“Itu
urusan pribadi saya Pak.”
Tidak lama
kemudian, Maharani pamit keluar ruangan. Ketua guru pusing. Akhirnya ketua guru
memanggil salah satu guru senior.
“Biarkan
saja mereka dekat, Pak.”
“Bapak
malah mendukung?”
“Mereka
dekat bukan karena selingkuh, Pak. Mereka berdua merencanakan menjalin hubungan
besan. Artinya mereka menjodohkan anak-anak mereka.”
Ketua guru
lunglai, lemas, malu, mukanya seperti ditampar.
Karanganyar,
8 Maret
Tidak ada komentar:
Posting Komentar