Hai
suami!
Dahulu,
dirimu bersusah payah, berjuang untuk bertahan, meniti segala macam usaha
denganku. Jatuh bangun, terseok dan gagal bersamaku. Tapi kita tidak patah
semangat dan tetap saling menguatkan.
Waktu kita
habis untuk berusaha, berikhtiar dan berdoa. Siang dan malam, pagi dan petang,
hujan dan panas tak kita hiraukan untuk memohon kepadaNya agar kita bisa
bertahan. Lalu kita berhasil melewati masa sulit.
Hai
Suami!
Kehidupan
kita berangsur membaik. Apa yang kita cita dan idamkan terkabul. Lambat laun
kebahagiaan itu mewarnai rumah sempit kita. Perekonomian semakin membaik bahkan
kita bisa dibilang lebih mapan.
Hai Suami!
Tiba-tiba
dirimu menjadi asing bagiku. Engkau ingin berbagi bahagia dengan perempuan yang
lain. Sebelum berbagi bahagia, maka tengoklah ke belakang. Siapa yang
mendampingimu bersusah payah? Kalau engkau mau berbagi bahagia, maka berbagi
susah dan derita dahulu dengan orang lain. Apakah perempuan itu mau dan bisa?
Hai
perempuan lain!
Maukah kamu
bersusah-susah sekian puluh tahun sebelum berbahagia? Jangan lihat kebahagiaan
seseorang di saat ini saja. Tapi lihat dan bacalah sejarah perjuangan seseorang
di masa lampau! Bersama siapa dan siapa pendampingnya di saat dia berada di
titik nol?
00000
Tulisan ini
terinspirasi dari status FB seorang sahabat yang lagi membicarakan tentang
poligami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar