Mudik saya kali ini, bertemu Ibu dan
saudara-saudara perempuan saya hanya sebentar saja. Sebelum maghrib, saya dijemput
saudara perempuan yang rumahnya di dekat rumah Ibu. Alhamdulillah, akhirnya sampai
di rumah Ibu. Dua saudara perempuan saya lainnya juga datang ke rumah Ibu, tapi
kedatangan mereka hanya untuk transit semata. Ibu dan 3 saudara perempuan saya,
serta Bulik akan pergi ke Surabaya. Mereka berlima akan menjenguk Pakde (kakak
Ibu) yang sedang sakit.
Jadilah, Bapak sendirian di rumah.
Saya, suami dan si kecil tidur di rumah Bapak. Sedangkan Dhenok tidur di rumah
kakak saya bersama dua keponakan saya. Saya tidur dengan nyenyak. Sebelum subuh,
suami membangunkan saya dan mengajak saya pergi ke Borobudur setelah salat subuh.
Saya membayangkan Borobudur itu jauh sekali sehingga dengan malas saya menolak.
Saya menyuruh suami untuk mengajak
Dhenok dan Thole saja. Rupanya Dhenok juga tidak bersemangat. Ketika membeli sarapan
nasi gudheg di pasar, saya bilang pada suami, mbok ya kalau membuat acara
jangan dadakan. Kalau semalam sudah dibicarakan, tentu saya mau diajak
jalan-jalan.
“Borobudur kan jauh,”kata saya.
“Borobudur itu dekat, Mi,”sahut Dhenok.
“Dari rumah sini, kita hanya
memerlukaan waktu 2 jam saja,”kata suami.
Hah, dekat sekali. Wah, saya jadi
menyesal begitu diberi tahu kalau Borobudur hanya dekat saja. Tidak memakan
waktu lama dengan ditempuh naik sepeda motor. Nasi sudah menjadi bubur. Waktu semakin
siang, tidak mungkin saya pergi jauh-jauh.
Sebelum jam sebelas, saya meninggalkan
rumah Bapak dan kembali ke Karanganyar. Dengan pulang lebih awal, saya berharap
sampai di Solo masih ada bus yang membawaku sampai Karanganyar.
Di perjalanan, naik bis, saya
membayangkan Borobudur yang sangat dekat. Seandainyaa saya tahu dari awal,
tentu saya bisa sampai di candi lagi. Ya, tak perlu disesali, masih ada waktu. Semoga
saya diberi umur panjang dan sehat agar bisa ke Borobudur lagi.
Sebenarnya saya sudah dua kali
berwisata ke Candi Borobudur. Yang pertama ketika saya masih SD (1980/1981) dan
yang kedua tahun 1994 setelah Merapi erupsi. Yang kedua ini yang paling
berkesan karena baju kotor, debu-debu abu vulkanik membuat baju saya kotor
semua.
Karanganyar, 13 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar