Hari
ini, Selasa 2 Mei 2017, bertepatan dengan memperingati Hari Pendidikan
Nasional, pengumuman kelulusan jenjang
SLTA serentak dilaksanakan pada sore hari. Waktu yang dipilih untuk pengumuman
adalah sore hari, dengan pertimbangan tidak ada konvoi setelah pengumuman.
Namun, kenyataan berbicara lain. Pengumuman kelulusan diadakan pada sore hari
pun, sebagian siswa sebagai peserta ujian tetap mengadakan konvoi naik sepeda
motor dengan suara bising sebelum pengumuman.
Ada yang
berbeda dari syarat lulus bagi siswa kelas XII. Kalau dahulu, UN merupakan
penentu kelulusan, kemudian diubah menjadi penentu kelulusan adalah nilai
rapor, US dan UN, sekarang syarat siswa lulus adalah mengikuti UN. Nilai UN
bukan syarat mutlak kelulusan.
Dengan
demikian, diharapkan siswa bisa lulus 100%, asal mengikuti ujian nasional
(tentu saja nilai rapor terisi, dan mengikuti US/USBN). Syarat kelulusan pada
tahun ini tidak membuat pendidik khawatir. Dengan demikian, mengikuti ujian
dengan jujur lebih mudah terwujud. Apalagi sekarang ujiannya dengan UNBK.
Tinggat kejujurannya tinggi.
Bagi
saya, saya menyambut secara positif program syarat lulus adalah mengikuti UN.
Sebagai guru di sekolah swasta (bukan sekolah favorit), dulu ketika nilai UN
mutlak menjadi syarat kelulusan, saya sering menilai hal itu tidak adil.
Maksudnya, bagi siswa yang sekolah di sekolah negeri, kemampuannya cukup,
kemauan belajarnya cukup/lebih, wajar kalau kemudian lulus ujian dan lulus
sekolah.
Akan
tetapi, bagi siswa yang menuntut ilmu di sekolah swasta(dengan input pas-pasan),
butuh perjuangan yang keras. Guru-gurunya juga ekstra keras dalam membimbing
dan mengajar siswa demi memperoleh nilai UN yang tinggi. Kendala yang dialami
siswa dan guru yang mengajar di sekolah swasta yaitu pertama kemampuan anak
yang rata- rata di bawah, kedua motivasi belajar rendah, ketiga perhatian
keluarga kurang, dan keempat pengaruh lingkungan.
Bagi
siswa kurang mampu (sekolah swasta),
biasanya mereka sekolah sambil bekerja agar bisa mendapatkan uang saku dan
membeli bensin. Kadang-kadang siswa lebih mengutamakan pekerjaan daripada
sekolah sehingga mereka sekali dua kali membolos. Sudah menjadi rahasia umum,
siswa yang bekerja ini banyak memberikan PR bagi gurunya. Guru harus mendatangi
rumah siswa untuk bertemu orang tuanya.guru memberikan masukan kepada orang
tuanya.
Tapi,
bagaimana lagi kalau keadaan memang tidak bisa diubah? Kalau keadaan semacam
ini bisa membuat siswa tetap bisa sekolah maka rasanya hal ini lebih baik. Kenyataan
di lapangan, siswa tidak melanjutkan sekolah karena terkendala biaya sekolah
dan uang saku harian. Bagi guru, siswa yang mengalami kesulitan ekonomi tetap
diberi kesempatan untuk menyelesaikan sekolahnya sampai mengikuti ujian
nasional. Dengan demikian siswa mendapat
kesempatan untuk lulus ujian dan tamat sekolah SLTA.
Faktor-faktor
yang memengaruhi kelulusan siswa adalah Ujian Nasional (UNBK), siswa sudah
menyelesaikan semua tahapan kegiatan belajar mengajar (dari kelas satu sampai
kelas tiga), hasil ujian sekolah dan nilai perilaku siswa.
Kalau
sekarang ujian nasional bukan merupakan momok bagi siswa peserta ujian, maka
alasan apa lagi siswa takut mengikuti ujian nasional?
Karanganyar,
3 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar