Setelah
melahirkan anak pertama, tiba-tiba saya menjadi alergi antibiotik Pinicilin
(dan sejenisnya, seingat saya Amoxicylin dan Amphycylin). Padahal dulu-dulunya
tidak. Kalau sudah minum Pinicilin, belum juga obat sampai di lambung atau
masih di kerongkongan; badan mulai gatal-gatal. Parahnya daun telinga dan
hidung membesar, panas dan gatal. Lebih-lebih pernafasanku terganggu.
Benar-benar payah.
Sekarang saya
setiap periksa ke dokter selalu bilang di depan, maaf saya alergi pinicilin.
Ya, beruntung saya tidak pernah lupa dengan peringatan alergi ini. Suatu saat
saya sakit lagi, kepala dan perut saya sakit. Waktu itu saya meluncur ke
Puskesmas terdekat. Maklumlah terasa sakit pagi hari, kira-kira dokter yang buka
praktek di rumah sudah tutup dan harus dinas di rumah sakit atau puskesmas.
Sekali lagi,
saya bilang ke perawatnya kalau saya alergi pinicilin. Tidak lama kemudian saya
pulang setelah mendapatkan obat. Sampai di rumah saya segera meminum obat.
Tiba-tiba telinga dan hidung saya terasa gatal, panas, dan membesar. Ini adalah
tanda-tanda saya alergi obat. Saya tidak berlama-lama memikirkan ada apa
denganku. Langsung kembali ke Puskesmas. Lewat komputer, obat saya dicek satu
persatu. Ternyata tambah lagi, astaghfirulloh, saya alergi Antalgin.
Sampai di rumah
saya merenung, ya Allah... andai saya kau uji dengan sakit, tunjukkan obatnya
sekalian ya Allah. Kalau semua obat tidak bisa saya konsumsi karena saya alergi
obat, lantas bagaimana saya bisa sembuh?
Suatu hari saya
sakit, dan periksa ke dokter. Saya hanya ingat kalau alergi Pinicilin, saya
lupa mengatakan kalau juga alergi Antalgin. Bisa ditebak badan saya gatal-gatal
setelah mengkonsumsi obat. Saya kembali ke dokter tadi. Benar, dalam resepnya
dokter menuliskan Antalgin. Untung dokternya baik hati, beliau tidak marah
hanya mengingatkan. Lain kali bilang alergi obat apa gitu ya mbak. Soalnya bisa
berakibat fatal.
Benar, setelah
saya membaca dari berbagai sumber-sumber bacaan, akibat alergi yang paling
fatal prosesnya, pasien shock, jalan pernafasan tertutup, pingsan lalu
meninggal dunia. SEREM....
Saya enggak mau
sakit. Soalnya kalau sakit saja obatnya sulit banget. Saya juga tidak dapat
mengkonsumsi obat yang dijual di pasaran secara bebas. Kepala pusing saja,
paling-paling minum teh kenthel, panas dan manis. Kalau gak sembuh juga baru
minum paracetamol.
Alhamdulillah,
Allah memang tahu kesulitan hambanya. Sekarang saya diberi sehat terus dan
tidak gampang sakit. Bila ada sahabat Kompasianer yang juga alergi obat,
bersabar saja ya.....
Semoga
bermanfaat. Amin.
Karanganyar, 14 Juli 2013
Sumber: www.kompasiana.com/noerimakaltsum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar