Berbagi
peran dengan pasangan di rumah, sebenarnya mudah dilakukan. Hal ini bisa
terjadi bila masing-masing memiliki kesadaran untuk mengambil tugas bukan
karena terpaksa. Contoh, saya biasa melakukan pekerjaan tumah tangga seperti
mencuci, memasak, menyetrika pakaian, membersihkan rumah, merapikan rumah
dengan tidak merasa terbebani. Saya bekerja di luar rumah, dari pukul 06.30 –
14.00 WIB. Oleh karena semua sudah berjalan lama, maka saya melakukan dengan
hati senang.
Suami
memiliki tugas sendiri. Tugas di rumah adalah membersihkan halaman, sekitar
rumah, dan kebun belakang rumah. Saya dan suami sama-sama mengajar dan memiliki
jadwal yang sama di sekolah. Tanpa diminta, suami juga mau mencuci pakaian,
membersihkan dalam rumah dan menyetrika. Untuk urusan konsumsi, suami juga
tidak canggung untuk membelikan lauk pauk buat keluarga saat dibutuhkan.
Untuk
urusan anak-anak yang berkaitan dengan pelajaran memang saya lebih banyak
mengambil peran. Saya lebih sabar menghadapi atau mendampingi anak-anak
belajar. Saya juga lebih sabar menunggu anak-anak ketika mereka melakukan
aktifitas di rumah selain belajar. Saya paling suka mendampingi si kecil Faiz,
bermain, terutama bermain di luar rumah. Saya harus berada di luar rumah ketika
Faiz bermain di luar. Rumah kami berada di dekat sawah. Kiri, kanan, depan dan
belakang rumah adalah sawah. Memang di depan rumah saya ada jalan permanen,
jalan yang menghubungkan jalan raya dengan perumahan dan kampung. Kalau si
dhenok Faiq, sukanya curhat atau cerita. Biasanya Faiq juga ikut berada di luar
kalau adiknya di luar.
Faiq
dan Faiz, dua anak saya juga dekat dengan Ayahnya. Faiz suka ikut Ayahnya berada
di lapangan untuk badminton atau tenis. Sedangkan Faiq suka pergi dengan
Ayahnya untuk keperluan membeli buku dan barang kesukaannya di Solo.
Dahulu,
ketika Faiq belum memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi), saya dan suami berbagi
tugas untuk antar jemput Faiq sekolah maupun les. Demikian juga dengan Faiz,
kami bergantian mengantar dan menjemput Faiz.
Saya
tipe Ibu rumahan. Saya juga membiasakan diri untuk segera berkumpul dengan
anak-anak dan suami. Kalau suami memiliki kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan,
maka saya akan mengantar-jemput Faiq-Faiz. Saya selalu ingin anak-anak merasa
aman dan nyaman bersama saya di rumah. Kalau saya memiliki kepentingan dan
tidak bisa menjemput Faiq-Faiz maka saya akan minta bantuan suami untuk
mengurus Faiq-Faiz. Jangan sampai karena kedua orang tua sibuk, Faiq-Faiz jadi
tidak terurus.
Bila
suatu saat saya ada keperluan dengan teman-teman, tetapi tidak terlalu penting,
bila saatnya menjemput anak-anak, saya pasti izin pulang duluan. Teman-teman
juga tahu, kerepotan saya seandainya suami sedang dinas di luar kota..
Sekarang
Faiq sudah memiliki SIM, ke sekolah dan mengikuti les, Faiq mengendarai sepeda
motor sendiri. Saya selalu berpesan untuk selalu hati-hati dan tidak perlu
tergesa-gesa. Tugas saya mengantar dan menjemput Faiq, sudah tidak ada. Tinggal
antar jemput Faiz.
00000
Sejak
sebelum menikah sampai sekarang, saya tidak suka keluar rumah kalau tidak untuk
hal penting. Saya tidak suka jalan-jalan, berbelanja, atau melakukan aktifitas
yang mengeluarkan banyak uang. Bagi saya, bekerja, mengurus anak, menulis,
menyalurkan hobi dan melakukan perjalanan, sudah cukup menyita waktu. Saya tidak
akan melakukan kegiatan “me time” tetapi mengorbankan anak-anak.
Bagi
saya, anak-anak adalah segalanya. Saya dan suami akan berbagi tugas. Kami sadar,
semua pekerjaan tidak bisa diselesaikan oleh satu orang saja. Kalau sekali
tempo, kami harus melakukan semuanya, itu karena pasangan ada tugas keluar kota
atau tugas sampai menginap.
Anak-anak
biasa, kalau masuk rumah, salah satu di antara Ayah dan Mami, tidak ada di
rumah, mereka pasti bertanya,” Ayah mana? Mami mana?”
Kalau
kami lengkap, saya, suami, Faiq-Faiz, berada di rumah, ternyata banyak hal bisa
kami lakukan bersama. Kami kompak dalam hal berbagi peran.
Karanganyar,
7 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar