Hari
Ahad, 25 Juni 2017 kami menuju lapangan Minggiriran untuk menunaikan shalat Id.
Meskipun berhalangan untuk shalat, Faiq tetap turut serta ke lapangan. Sengaja kami
datang lebih pagi. Alhamdulillah, kami berada di shaf pertama untuk perempuan.
Kami
melantunkan takbir sembari menunggu jamaah shalat Id yang datang. Udara begitu
sejuk, tidak panas. Pukul tujuh lebih, shalat Id dimulai. Pada rakaat kedua,
saya mendengar Imam membaca ayat-ayat akhir dari surat Al Ghasyiyah dengan
suara bergetar, tercekat, sepertinya menangis. Demikian dalam makna dari surat
tersebut.
Usai
shalat Id, kami mendengarkan khutbah sampai selesai. Zaman sekarang, kesadaran
umat muslim sudah demikian tinggi. Ketika saya masih kecil, bila shalat telah
selesai, para jamaah banyak yang meninggalkan lapangan untuk pulang. Hampir separo
jamaah yang tidak mendengarkan khutbah sampai selesai. Sekarang pengetahuan
jamaah sudah bertambah baik. apalagi sebelum shalat, panitia memberitahukan
kepada jamaah untuk tidak meninggalkan khutbah. Khutbah diikuti sampai selesai.
Toh, khutbah juga tidak terlalu lama.
Sampai
di rumah, saya kemudian memesan mie ayam di warung tetangga. Mengawali bulan
Syawal dengan mengkonsumsi mie ayam, bukan opor ayam, lontong dan ketupat. (ada
cerita lain mengapa hari nan fitri ini tidak diawali dengan makan opor ayam dan
ketupat).
Baru
saja akan menyantap mie ayam, para tetangga datang ke rumah untuk
bermaaf-maafan dengan Ibid an Bapak serta kami, anak-anaknya. Dari tahun ke
tahun, semakin banyak yang bersilaturahmi ke rumah Bapak. Tentu saja, yang dulu
remaja, kini sudah berkeluarga dan memiliki anak.
Pukul
Sembilan, saya, Ibu dan Bapak menuju Masjid Al Ikhwan. Masjid Al Ikhwan adalah
tempat saya menimba ilmu agama dan berbagi ilmu. Di tempat inilah, dahulu saya
belajar banyak hal, belajar banyak karakter orang.
Di masjid
berkumpul jamaah yang akan bersilaturahmi, merayakan Idulfitri dan saling
bermaaf-maafan. Ibu masuk masjid kemudian panitia menempatkan Ibu di dekat
Ibu-ibu yang sudah sepuh. (di dalam masjid khusus perempuan, sedangkan
laki-laki berada di luar). Saya harus mengawasi Ibu. Maklum, Ibu sudah banyak
lupa. Jadi, agar Ibu tidak bingung, saya harus menuntun Ibu.
Saya
memperhatikan orang-orang yang berada di dalam masjid. Anak-anak, remaja,
dewasa, dan tua, menjadi satu dalam suasana suka cita. Beberapa dari Ibu-ibu
sepuh, saya masih mengenalnya. Beberapa orang yang dulu masih imut sekarang
sudah dewasa, atau yang seusia dengan saya, saya juga mengenalnya. Sekitar 20
tahun lamanya kami tak bersua. Ternyata, wajah saya tidak berubah. Mereka sangat
mengenal saya di usia yang tak muda lagi.
Ibu
berusia 71 tahun, badannya masih sehat tapi daya ingatnya sudah berkurang. Ibu cenderung
menjadi pelupa. Bagi yang tidak sabar menghadapi orang tua yang pelupa, pasti
bawaannya akan marah. Sebenarnya alasan apakah yang membuat orang mudah marah
menghadapi orang tua yang pelupa? Sederhana saja, biasanya apa yang diutarakan
orang tua tidak sejalan dengan jalan pikiran kita.
Ketika
silaturahmi di masjid, saya melihat Ibu-ibu yang usianya sebaya dengan Ibu juga
bermacam-macam kondisinya. Ada yang sakit-sakitan, ada yang hidupnya tergantung
dengan obat, ada yang hidupnya tergantung dari transfuse darah dan lain-lain. Dengan
melihat dan mendengar cerita beberapa orang yang saya temui, saya tetap
bersyukur. Meskipun sekarang menjadi pelupa, tapi Ibu tetap sehat dan diberi
umur panjang. Shalat dan puasa juga tidak ditinggalkan Ibu. Bahagianya saya
mendapatkan Ibu dengan kondisi seperti ini. Tetap sehat ya Bu…..
Akhirnya
saya, Ibu dan Bapak meninggalkan masjid dan pulang. Ibu dan Bapak mampir ke
rumah tetangga non muslim. Tetangga non muslim juga kedatangan tamu-tamu
muslim. Ada apakah ini? Biasa, tetangga non muslim juga terbuka menerima tamu
muslim atau bertamu ke rumah tetangga muslim di saat lebaran. Tidak bermaksud
apa-apa, hanya bermaaf-maafan saja.
Selanjutnya,
Ibu dan Bapak menuju rumah Mbah Wazilah Wido Suroto (mbah putri). Pada hari-hari
biasa, Bapak sering mengisi pengajian yang diselenggarakan di rumah mbah Wido. Mbah
Wido usianya lebih dari 80 tahun dan masih sehat.
Semoga
tahun lebaran ini lebih bermakna dari tahun sebelumnya. Selamat Idulfitri,
mohon maaf lahir dan batin. Taqoballah minna wa minkum.
Karanganyar,
1 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar