Pagi ini, saya memutuskan untuk membeli nasi gudheg di Pasar Condronegaran. Pasar ini terletak di kampung Gedongkiwo. Kampung Gedongkiwo berdampingan dengan kampung Dukuh. Nah, hari ini saya mau ngerjai si kecil. Sebenarnya jarak antara rumah dan pasar cukup jauh. Si kecil minta kami naik sepeda motor, tapi saya mengajaknya jalan kaki.
Saya dan si kecil lewat AGASTYA. Agastya adalah dulu tempat untuk pementasan wayang kulit. Sekitar tahun 80-90 an, pengunjung pertunjukan yang didominasi turis asing lumayan banyak. Biasanya turis tersebut dari Malioboro atau dari Prawirotaman.
Setelah Agastya, kami lewat susteran Gedongkiwo. Saya menyebut susteran, maksudnya asrama yang ditempati suster/biarawati. Sebentar kemudian, sampailah kami di pasar yang saya maksud.
Awalnya kami membeli dua bungkus nasi gudheg sambal dan tambah lauk kepala dan sayap ayam kampung. Tidak lupa, saya membeli tempe satu papan dan sop-sopan. Si kecil minta jamu beras kencur. Saya sendiri membeli semelak. Apakah semelak itu? semelak adalah minuman yang terbuat dari buah pace atau mengkudu. Semelak rasanya segar dan mantap. Makanan yang saya beli terakhi adalah kue pukis.
Selesai berbelanja, kami pulang. Kelihatan sekali si kecil lelah. Saya tetap bertahan untuk berjalan. Kata si kecil,"kalau tadi naik motor, kita tidak lelah, Mi!"
"Dulu mami kalau ke pasar juga hanya berjalan kaki. Dulu, mami membantu nenek berjualan di Pasar Condro."
Tidak terasa, akhirnya kami sampai rumah Ibu. Faiz mencuci tangannya lalu menyantap nasi gudheg dengan lauk suwiran daging ayam dan telur. Faiz makan dengan lahap.
Siangnya, tempe yang saya beli saya potong kecil-kecil lalu digoreng. Tempe goreng nan gurih dimakan sebagai camilan, bukan untuk lauk. Senang rasanya bisa berolah raga jalan santai lalu makan nasi gudheg. Pulang ke Yogya selalu nasi gudheg menu sarapannya.
Yogyakarta, 26 Desember 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar