Menjadi Ibu bekerja di luar rumah,
harus pandai mengatur waktu agar ada keseimbangan dan keselarasan pekerjaan di
luar dan domestik. Saya sangat menikmati pekerjaan di sekolah dan di rumah. Saya
bekerja dengan professional. Pembagian tugas (pekerjaan di rumah) dengan suami
tetap kami laksanakan agar beban pekerjaan harian saya tidak terlalu berat.
Ada yang membuat saya santai
sehari-hari meskipun saya bekerja di luar rumah. Suami saya tidak banyak
menuntut agar saya menyiapkan masakan (memasak sendiri) di rumah. Bagi kami,
yang penting menanak nasi dan menyediakan telur ayam, itu sudah cukup. Sayur matang
bisa kami beli di warung makan tetangga atau kantin sekolah. Kami memilih yang
praktis-praktis saja. Kalau ada yang tidak sependapat dengan saya, silakan
saja.
Mungkin ada yang bilang kalau masak
sayur sendiri lebih sehat, lebih bersih, dan lain-lain. Ya, silakan saja dengan
pendapat itu. Saya yakin sekali, masakan di warung makan itu pengelolaannya
juga tidak sembarangan dan memperhatikan kebersihan. Bukankah pemilik warung
makan itu (keluarganya, pembantunya) juga makan hasil olahannya? Bukankah selama
bertahun-tahun atau mungkin puluhan tahun, masakan yang mereka jual tidak
bermasalah?
Saya salut terhadap Ibu-ibu yang bisa
menyediakan masakan untuk keluarganya sehari-hari. Saya acungi jempol buat
mereka. Mereka rela berlama-lama di dapur, menyiapkan semuanya dan membersihkan
peralatan masak setelah selesai eksekusi. Luar biasa!
Saya salut terhadap Ibu-ibu yang
menyiapkan bekal makanan untuk putra-putri mereka yang akan dibawa ke sekolah. Bekal
makanan tersebut biasanya menunya bervariasi. Agar si anak mau makan dan
menghabiskannya, Ibu-ibu rela menghias makanan/bekal yang dibawa putra-putri
mereka (bekal makanan berkarakter). Saya sangat salut pada mereka (terus saya
mikir, kapan ya aku pernah melakukan itu? Sepertinya belum pernah deh).
Ternyata, saya kekurangan waktu kalau
untuk melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Pulang mengajar jam setengah
empat sore baru sampai rumah, bersih-bersih rumah, nyuci, setrika, mendampingi
anak belajar, nulis, tau-tau sudah larut. Setiap hari seperti itu ritmenya.
Sekolah tempat saya mengajar,
menerapkan 5 hari sekolah. Hari Sabtu dan Ahad, saya baru bisa memainkan panci,
suthil, wajan, dan alat dapur lainnya. Saya tidak mau membuat sayur yang ribet
cara masaknya. Yang sederhana saja, yang plung-plung-plung, matang lalu santap.
Selain memasak, saya juga bisa memasang
kancing baju yang lepas, menjahit dengan tangan alias “ndondomi” pakaian yang
sedikit robek. Saya bisa membaca Koran dengan leluasa bahkan iklan-iklan yang
gak penting juga dibaca. Saya bisa merawat ayam-ayam kampung yang merupakan
tabungan si kecil.
Kalau ada waktu luang, barulah saya
minta kepada suami untuk sekadar jalan-jalan yang tidak perlu jauh dari rumah. Syukur
Alhamdulillah kalau saya diizinkan mudik ke Yogya.
Ibu bekerja, harus pandai mengatur
waktu sebab setiap detik waktu nilainya sangat berharga. Ibu bekerja, baik di
rumah maupun di luar rumah sangat menghargai waktu. Kebanyakan dipilihlah yang simple-simpel
dan praktis-praktis saja sesuatu yang tidak terlalu penting.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar