Tabungan Pendidikan dok.pri |
noerimakaltsum.com.
Mungkin cita-cita kedua anak saya ketika mereka masih kecil dinilai kurang
menarik dan kurang tinggi. Anak pertama saya ketika masih SD sudah mulai
berjualan di sekolah (jualan makanan ringan) dan memperoleh keuntungan yang
lumayan. Baik keluarga saya dan keluarga suami, sudah akrab dengan berdagang.
Jadilah Faiq (anak perempuan saya) bercita-cita cukup memiliki toko dan akan
berjualan.
Oleh
karena cita-citanya berdagang ini sangat kuat, Faiq merasa tidak harus pintar
tidak apa, yang penting bisa mencari uang. Baiklah, mungkin itu cita-cita anak
yang masih kecil. Saya bilang padanya kalau Mami akan menyediakan tempat usaha
beserta menyiapkan modalnya. Akan tetapi saya tetap menyiapkan dana untuk
pendidikannya kelak bila jalan pikirannya berubah.
Anak
saya yang kedua laki-laki kelas 1 SD, Faiz namanya. Sejak awal, dia tidak mau
sekolah. (setelah saya amati dan saya perhatikan sampai sekarang, sebenarnya
Faiz lebih cocok menjalani homeschooling daripada duduk di bangku sekolah
umum). Akan tetapi dengan berbagai pertimbangan, Faiz tetap masuk sekolah umum.
Kalau
tidak mau sekolah, lantas dia maunya apa? Belajar di rumah dan memelihara
ternak, seperti ayam, kambing, dan sapi. Apakah dia main-main dengan keinginan
tersebut? Tidak, saudara-saudara. Setiap hari, Faiz membicarakan tentang ternak
terutama kambing. Dia berangan-angan, bila ada kambing yang banyak di belakang
rumah pasti dia akan kaya raya. Alasannya bila dijual, uangnya akan bertambah
banyak.
Yang
namanya anak-anak, jalan pikirannya berubah-ubah. Meskipun kedua anak saya
memiliki cita-cita berdagang dan beternak, saya tetap menyiapkan biaya
pendidikan untuk mereka. Dana yang saya simpan tidak dalam jumlah yang besar. Setiap bulan secara rutin saya menyiapkan
tabungan untuk mereka berdua.
Dulu
ketika Faiq lahir (tahun 2000), tiap bulan saya menabung sebesar Rp. 25.000,00
untuk dana pendidikan. Sayangnya, pada tahun 2006, dana pendidikan yang saya
persiapkan saya pakai untuk memperbaiki rumah. Pada akhirnya, saya harus mengganti
tabungan tersebut dalam bentuk tabungan emas dan sekarang tetap berjalan. Alasan
saya menabung emas untuk menyiapkan dana pendidikan karena nilai emas tidak
mungkin merosot dalam jangka waktu lama. Selain tabungan emas, saya juga
menyiapkan tabungan uang untuk persiapan masuk ke perguruan tinggi tahun ini.
Loh,
katanya Faiq tidak mau sekolah tinggi. Katanya hanya ingin berjualan dan
membuka toko. Faiq sekarang memang ingin kuliah, tapi beberapa bulan terakhir
ini dia sudah menjalani jual beli secara online (sepengetahuan saya). Modalnya
dari mana? Ya, dari Maminya dong. Dulu saya sudah berjanji akan memberikan
modal bila dia memiliki usaha. Memang, jual-beli online yang dijalani belum
seberapa tapi sebagai orang tua, saya mendukungnya.
Bagaimana
dengan persiapan pendidikan si kecil? Meskipun si kecil bercita-cita hanya
“sebatas beternak”, saya juga mempersiapkan dana pendidikan tingginya mulai
sekarang. Faiz tahu kalau saya menabung emas di pegadaian. Dia juga ingin
memiliki tabungan emas seperti saya (entah dia paham atau sekadar ikut-ikutan
alias latah).
Mumpung
ada kelonggaran rezeki, saya mempersiapkan dana pendidikan buat anak-anak dalam
jumlah maksimal sesuai keadaan keuangan kami. Saya dan suami berusaha untuk
memberikan yang terbaik buat anak-anak. Kami menyadari sepenuhnya, dahulu orang
tua kami bersusah payah menyekolahkan kami hingga tinggi.
Sejak
SMA saya dibiayai kakak saya. Ketika saya kuliah, saudara-saudara saya turut
memberikan uang untuk membayar ini-itu, untuk transportasi dan lain-lain. Saya
merasa betapa susah payahnya keluarga saya untuk membiayai pendidikan sampai
tinggi. Saya berasal dari keluarga tidak mampu. Jadi, wajar kalau dulu semua saling
membantu biaya pendidikan saudara-saudaranya. Oleh karena kini saya dan suami
bisa menyiapkan dana pendidikan untuk anak-anak, maka kami tidak menyia-nyiakan
kesempatan ini.
Selain
materi/dana pendidikan, yang perlu kami persiapkan untuk pendidikan tinggi
anak-anak adalah kesiapan akademik pada jenjang sebelumnya. Saya dan suami
berusaha semaksimal mungkin agar kemampuan akademik anak-anak tidak
“mengecewakan”. Dengan demikian, agar bisa menempuh pendidikan tinggi
berikutnya, anak-anak tidak perlu “ngos-ngosan” usahanya.
Bila
semua dipersiapkan dengan baik secara fisik, mental, kemampuan akademik dan finansial,
semoga anak-anak bisa lebih nyaman berada di tempat yang baru (pendidikan
tinggi).
Alhamdulillah,
akhirnya bisa berbagi tulisan, bisa berbagi pengalaman dan semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar