Foto. dokumen Tyan Wardana |
Saya
tidak memaksa Anda untuk mempercayai hal-hal di luar nalar atau logika. Silakan,
Anda mau percaya atau tidak. Saya juga tidak akan mempengaruhi Anda. Bagi saya,
apa yang telah saya alami, mereka alami, bukti bahwa semua yang awalnya kita tidak
percaya menjadi percaya.
Kalau
Anda tidak setuju, jangan lantas mengatakan kami telah melakukan syirik. Sekali
lagi, semua kembali pada Anda, mau percaya atau tidak.
Dahulu,
ketika saya diajak calon suami (sekarang menjadi suami) ke rumahnya. Kebetulan
di rumahnya sedang ada acara memasak penganan untuk persiapan pernikahan kami. Waktu
itu, calon Ibu mertua membuat ceriping, keripik/kerupuk. Saya menyebutnya
rengginan (renggenang).
Proses
pembuatan rengginang cukup lama. Mula-mula beras ketan dikukus, lalu dicetak. Selanjutnya
ketan yang sudah dicetak tersebut dikeringkan/dijemur. Setelah kering,
rengginan mentah digoreng.
Ketika
saya mendekat di dapur, calon mertua saya dan kerabatnya melarang. Saya dilarang
memegang ketan masak. Katanya, kalau saya nekat memegang ketan, nanti
rengginannya tidak bisa jadi sesuai harapan.
Oleh
karena keluarga calon suami percaya hal itu, maka saya menurut. Saya sekadar
menghormatinya saja. Saya sendiri sebagai muslim, tidak percaya.
Nah,
tadi siang, teman saya yang baru saja menikah bercerita.
“Bapak,
Ibu, boleh percaya, boleh tidak percaya.
Kemarin waktu kami mau berangkat ke rumah calon istri, kerabat saya dan tamu
yang ada di rumah repot menyiapkan segalanya yang akan dibawa ke rumah calon
istri. Sebenarnya saya sudah diingatkan tidak boleh memegang apapun yang akan
dibawa ke rumah calon istri.
Merasa
tidak enak hati, saya ikut-ikutan memegang pisang raja yang akan dibawa. Ternyata
setengah jam kemudian, pisang yang saya pegang berubah jadi gosong warnanya. Sedangkan
pisang yang tidak saya pegang tetap baik kondisinya.”
Teman
saya menunjukkan fotonya. Bagi saya, semua itu tinggal percaya atau tidak pada
awalnya. Kalau memang percaya dengan hal semacam itu, kalau melanggar biasanya
akan terjadi apa-apa. Bila tidak percaya, semua akan baik-baik saja.
Bukan
berarti saya syirik. Keluarga kami tidak mempercayai hal semacam itu dan kami
baik-baik saja. Kini setelah mertua saya sudah tidak ada (meninggal), saya dan
suami menjalankan sesuatu hanya karena Allah. Kalau ada sesuatu yang terjadi,
itu semata-mata takdir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar