Adik
ipar saya memiliki bisnis jual-beli peti mati. Adik ipar melanjutkan bisnis
bapak/ibu mertua yang sudah tiada (almarhum). Alhamdulillah, usahanya sampai
sekarang lancar.
Sore
tadi, saya sempat ke rumah adik ipar. Kebetulan, kampung sebelah ada orang
meninggal. Biasanya, orang yang diberi tugas untuk mencari peti mati, mori dan
lain-lain langsung menuju rumah adik saya. mereka akan mengambil barangnya
terlebih dahulu. Untuk pembayaran, bisa ditunda waktunya. Tidak harus saat itu
pembeli membayar secara kontan.
Almarhum
Ibu/bapak dan adik ipar percaya, pembeli yang belum membayar peti mati tidak
akan lari (tidak membayar). Entah itu kapan, tetap akan membayar.
Iseng-iseng
saya membuka-buka nota pembelian. Alhamdulillah, tiap bulan ada penjualan peti
mati dan uba rampenya. Semoga Allah
menitipkan rezeki untuk adik ipar dan keluarganya dari penjualan peti mati ini.
Dulu
saya pernah menulis artikel semacam ini di www.kompasiana.com/noerimakaltsum. Sayangnya, link tersebut tidak saya simpan
tapi artikelnya masih tersimpan rapi. Wow, saya menulis di kompasiana pada
tahun 2013. Sudah lama ya, hehe.
Bisnis
Peti Mati Masih Menjanjikan dan Tak Pernah Kena Tipu
Usaha
yang dijalankan oleh alm. Bapak dan ibu mertua sejak tahun 80-an yaitu
penyediakan peti mati dan perlengkapannya. Seperti kain mori, kapas, minyak
wangi, sabun, sampo, kapur barus, kemenyan, lilin, benang, jarum, paku,
keranjang bunga, kertas putih (untuk menghias keranjang), merah (untuk bendera
tanda ada orang meninggal), nisan, kipas, kendi-anglo. Selain itu juga
menyediakan air mineral 240 ml, permen, rokok dan sapu tangan.
Pertama
kali peti mati datang dari pengrajin, tetangga bapak/ibu sempat kaget karena
barusan adik ipar waktu itu masih batita masuk rumah sakit. Ternyata datangnya
peti mati tidak ada hubungannya dengan sakitnya adik ipar.
Kebetulan
di tempat tinggal mertua dan sekitarnya belum ada yang menyediakan perlengkapan
semacam itu. Bisa dibilang usaha ini belum ada saingannya.
Akan
tetapi, berbisnis peti mati memang harus sabar, siap stand-by 24 jam. Tahu
sendiri bukan, orang meninggal tidak bisa diduga waktunya. Bisa pagi, siang,
sore, tengah malam atau dini hari. Biasanya orang yang membeli peti mati
sebagai orang suruhan personelnya itu-itu saja alias ajeg. Misalnya di dusun A
yang biasa ditugasi membeli peti adalah Pak Bejo, di dusun B mungkin Mas Paijo
dan seterusnya. Sampai-sampai bapak/ibu mertua hafal, kalau yang membeli peti
Pak Bejo berarti yang meninggal orang dusun A.
Bapak/ibu
mertua harus siap 24 jam. Saya pun pernah membantu mereka melayani pembeli peti
mati dan perlengkapannya tengah malam. Yang lebih membuat bapak/ibu sabar
adalah kadang-kadang pembeli tidak membawa uang sepeser pun. Mungkin ada orang
yang mengeluh sudah malam-malam membangunkan orang tidur, e... masih ngutang
lagi. Tapi ternyata bapak/ibu tidak pernah mengeluh. Syukurlah bisa membantu mereka
itung-itung sedekah waktu, hehe.
Biasanya
kalau ada yang membeli peti tetapi belum membawa uang, ahli waris dari orang
yang meninggal dari golongan tidak mampu. Nanti bayarnya setelah membuka amplop
sumbangan dari para pelayat.
Menurut
cerita bapak/ibu mertua belum ada sejarahnya pembeli yang ngutang lalu
ngemplang (nunda-nunda pembayaran sampai ditagih-tagih) bahkan melarikan diri
tidak membayar. Semua membayar, hanya waktunya saja yang mundur.
Setelah
bapak/ibu mertua meninggal, usaha ini dilanjutkan adik ipar. Sebelum adik ipar
mewarisi usaha ini, dia dan isterinya membeli kotak peti yang belum diberi kain
saten. Kemudian peti-peti itu dibungkus kain saten sedemikian rupa. Lalu dijual
ke ibu mertua. Setelah ibu meninggal, adik ipar disetori oleh pengrajin siap
jual. Ada peti berkain saten putih dan peti ukir-ukiran.
Pernah
suatu saat, tahun 2006-an, saya juga ingin berbisnis peti mati dengan menyewa
kios. Ternyata yang punya rumah (sudah tua, pernah sakit stroke) stress lalu jatuh sakit. Uang sewa yang sudah
saya serahkan, oleh anaknya dikembalikan dan beliau minta maaf karena kiosnya
tidak diijinkan bila untuk menjual peti mati. Haha, sampai sekarang saya sering
tersenyum kalau ingat peristiwa tersebut.
Gagal
menyewa kios, saya tidak menyerah begitu saja. Saya ingin membuka usaha ini di
rumah. Ternyata ibu kandung saya menentang. Kalau saya bersikeras
menjalani usaha ini, artinya ibu sudah
tidak mungkin mengunjungi saya dan menjenguk cucunya. Haha, ternyata ibu saya juga
takut.
Namanya
juga rejeki, sudah ada yang mengatur. Kadang seminggu, tidak ada penjualan peti
mati. Tetapi di lain waktu, sehari bisa laku tiga buah peti. Pagi, siang atau malam bahkan kadang-kadang
waktunya bersamaan.
Berbisnis
peti mati rupanya masih menjanjikan, dan bisnis ini tidak pernah kena tipu
(tidak seperti bisnis sembako). Siapa mau mencoba? Tapi pikirkan dulu
masak-masak, soalnya tetangga kiri kanan mungkin ada yang tidak setuju (karena
takut juga barangkali, hehe). (SELESAI)
Karanganyar,
16 Agustus 2013
Jangan menyerah untuk
berwirausaha, AYO!
Sumber: https://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/bisnis-peti-mati-masih-menjanjikan-dan-tak-pernah-kena-tipu_552e106d6ea834402f8b45e4
Sumber: https://www.kompasiana.com/noerimakaltsum/bisnis-peti-mati-masih-menjanjikan-dan-tak-pernah-kena-tipu_552e106d6ea834402f8b45e4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar