Tanpa Hakim, Umar dan Marwan, Fitri berada
di lesehan ayam goreng. Rasanya ingin segera menuliskan kejadian beberapa
minggu terakhir. Sambil menunggu pesanan karena antriannya terlalu banyak,
Fitri membuka laptop.
Fitri menerima panggilan telepon seluler
dari Santi. Sebentar kemudian Fitri menutup teleponnya. Fitri mulai membuka
file demi file. Belum sempat menambah tulisan, Santi sudah berada di dekatnya.
“Kamu semakin ceria. Tidak seperti waktu yang
kujumpai pertama kali, tiga tahun silam.
Sepertinya ada yang membuatmu berubah,”kata Fitri.
“Berkat kamu, Fit.”
“Kok, bisa aku. Alasannya kenapa?”
“Banyak yang bisa aku ceritakan. Aku mengganggu
tidak?”
“Nggaklah. Aku pingin segera mendengarnya.”
“Beberapa waktu yang lalu, aku memutuskan
mengundurkan diri dari kantor, aku memiliki alasan tertentu.”
Fitri mulai memasang telinga lebar-lebar.
“Aku bingung mau memulai cerita dari mana.
Sepertinya kilas balik saja,”Santi mulai bercerita.
“Hari Minggu yang akan datang, aku
menunggu kedatanganmu di rumahku. Kali ini kamu harus datang sebab kemarin kamu
tidak memenuhi undanganku.”
“Kamu kok memaksa banget sih, San?”
“Aku mau menikah.”
Fitri semakin kaget. Ada wajah seseorang
yang tiba-tiba hadir. Marwan! Beberapa waktu yang lalu Marwan mengatakan kalau
setiap dekat dengan Santi akhir-akhir ini, perasaannya tidak terkendali. Marwan
tahu, seandainya Santi tahu perasaan yang sebenarnya, pasti Santi akan menjauh
dan memutuskan hubungan persahabatan.
Benar, Santi akhirnya menjauh lalu akan
menikah. Semoga Marwan bisa menerima kenyataan. Benar, Marwan telah
berkeluarga. Apakah alasan Marwan sudah bukan sendiri lagi, lantas Santi
menjauh? (BERSAMBUNG)
00000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar