Hari
Sabtu kemarin, saya menyempatkan diri untuk membayar rekening Koran di kios yang
terletak di sebelah timur Taman Pancasila. Sambil menunggu penjual Koran menulis
kuitansi, saya mengamati seorang perempuan mendatangi kios.
“Pak,
kemarin Koran yang dibeli apa?”
“Jawa
Pos dan Kompas,”jawab penjual Koran.
“Sepertinya
bukan. Kemarin saya tidak ketemu panjenengan, tapi Ibu,”jawab perempuan seusia
dengan saya.
“Memang
kenapa bu kalau Koran hari ini sama dengan hari kemarin?”Tanya saya penasaran.
“Anaknya
tidak mau membaca Koran dua hari berturut-turut penerbitnya sama.”
“O…”
saya semakin tak mengerti.
“Yang
membaca Koran ini kan anaknya autis, bu. Tiap hari harus disediakan 2 koran dan
semua dibaca. Kalau hari ini Jawa Pos dan Kedaulatan Rakyat, besok harus beda. Misalnya
Suara Merdeka dan Solopos. Kalau korannya sama, dia akan marah-marah.”
Saya
semakin bengong, o….
“Anaknya
umurnya berapa?”
“Dua
puluh dua tahun. Dulu sekolahnya di Sukoharjo dan Solo. Sekarang tidak sekolah.
Bapaknya adalah seorang pegawai yang memiliki jabatan.”
“Rumahnya
mana?”
“Dekat
SFA swalayan.”
Setelah
membayar dua Koran, perempuan tadi terus pamit, pergi meninggalkan kios. Saya membayangkan,
betapa kesendirian anak autis tersebut menjadi ramai dengan membaca. Wawasan,
pengetahuan dan berita tetap bisa dia ikuti meskipun dunia luar jarang dia
lihat.
Betapa
orang tuanya sabar merawat dan membesarkan anak tersebut. Konon, kakaknya
normal dan sudah bekerja menyayanginya dengan sepenuh hati.
Anak
autis termasuk anak berkebutuhan khusus. Nah, saya jadi ingat dengan dua orang
yang pernah berbincang-bincang dengan saya di waktu yang berlainan.
Perempuan
pertama mengatakan kalau anak laki-laki saya perlu dibawa ke psikolog. Perempuan
yang kedua mengatakan anak laki-laki saya berkebutuhan khusus. Lalu bagaimana
sikap saya setelah mendengar orang menilai anak laki-laki saya secara “ngelantur”?
Saya hanya tersenyum, tidak marah, tidak sakit hati juga.
Wahai
perempuan yang pernah berbincang-bincang dengan saya, anak laki-laki saya normal.
Tidak perlu mendapatkan perlakuan khusus. Dia hanya membutuhkan perhatian
ekstra, tidak seperti yang Anda katakan.
Saya
meninggalkan kios Koran. Motor saya arahkan ke timur beberapa meter, menuju
sekolah anak saya. Si kecil sudah menunggu di trotoar. Ketika melihat saya, sambil
tersenyum, anak laki-laki saya menunjukkan ikan cupangnya.
00000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar