Dua
hari libur dan hanya berada di rumah, membuat saya benar-benar merasa bebas
dari beban. Saya tahu teman-teman pasti membatin kalau saya sangat menikmati
liburan. Mereka membayangkan saya bisa selonjoran sambil membuka laptop,
browsing atau bobok manis.
Hidup
hanya sekali, tentu saja harus dinikmati dan tidak boleh dilewatkan begitu
saja. Saya ingin berlama-lama di rumah. Memang kondisi di kantor sekarang
sangat berbeda dengan dulu. Dahulu berlama-lama di kantor, rasanya
nyaman-nyaman saja. Saya ingat, pernah kami berada di kantor sampai sore karena
benar-benar nyaman suasananya. Berbeda dengan sekarang, bel tanda pulang belum
berbunyi, kami sudah bersiap tas ransel sudah di punggung.
Pagi
tadi, seperti biasa saya memarkir super cup di tempat parkir. Beberapa teman
saya langsung nyeletuk,”Wah, yang libur panjang. Bahagianya, bebas merdeka
tidak ada yang mengganggu dan tidak mendengar suara-suara pengganggu.”
Ternyata
teman-teman melihat saya enjoy, kelihatan nyaman dan bahagia. Alhamdulillah,
apalagi hari ini tidak ada orang yang senangnya marah-marah. Rezeki saya berada
di sekolah. Di sekolah sampai siang, rasanya nyaman-nyaman saja selama tidak
ada orang yang suka marah-marah.
Mungkin
teman-teman saya heran, melihat saya bisa hidup tenang dan senang. Padahal
mereka tahu, di kantor saya sering berada di bawah tekanan dan intimidasi. Bagi
saya, hidup ini hanya sekali. Setiap masalah bisa diselesaikan dengan baik,
tinggal bagaimana kita menyikapi.
00000
Saya
memang suka dengan kehidupan saya yang simple, tidak terlalu repot dan sesuatu
direspon dengan sederhana alias tidak rumit. Saya pernah bercerita bila pagi
hari saya melakukan pekerjaan di dapur dan mengkondisikan si kecil bersiap untuk sekolah. Suami tugasnya
adalah menyiapkan sarapan, bisa dengan menggoreng telur atau membeli sarapan di
warung pagi.
Suatu
saat seorang teman berkomentar,”Kalau saya tidak mau disuruh membeli sarapan.”
Saya
tersenyum. Bro, ini hidup-hidup keluarga gue. Suami gue ajah nggak usah
disuruh, dengan suka cita mau membeli sarapan dan bahagia bisa meringankan
pekerjaan gue. Kenapa lu sewot?
Kalau
teman-teman putri yang repot setrika sampai bertumpuk-tumpuk sambil melihat
sinetron, saya tidak. Baju yang sudah kering, dari jemuran lalu saya lipat
rapi. Pakaian yang rapi langsung masuk lemari. Malam hari, saya hanya perlu
menyetrika beberapa potong pakaian yang akan dipakai keesokan harinya. Pakaian harian
yang dikenakan di rumah tidak perlu disetrika.
Oleh
karena saya menyetrika pakaian yang akan dipakai esok hari secara mendadak maka
saya selalu bertanya pada suami pakaian apa yang akan digunakan. Maklum, suami
adalah guru olahraga. Memang tiap hari memakai pakaian olahraga tapi
kadang-kadang memakai seragam sekolah selain kaos dan training.
Kalau
ada tugas ke luar kota, saya akan menyetrika pakaian suami secara mendadak
malam hari sebelum berangkat. Hal ini saya lakukan karena saya harus menghemat energy.
Kebetulan di rumah kami tidak memiliki asisten rumah tangga. Saya tidak memaksa
suami untuk terlibat dalam pekerjaan rumah tangga. Kalau suami mau membantu, ya
Alhamdulillah. Kalau suami tidak mau membantu pekerjaan rumah tangga, ya nggak
apa-apa. Tapi ada perjanjian di antara kami : suami tidak boleh banyak menuntut
saya dan tidak boleh mencela pekerjaan saya.
Hidup
saya memang dilihat orang sangat menyenangkan dan saya selalu bahagia. Belum lagi
baik teman, tetangga atau kerabat saya, melihat kehidupan saya menyenangkan
dilihat secara ekonomi. Sebenarnya secara ekonomi, saya sih biasa saja. Mungkin
karena saya enjoy dengan hidup sederhana, tidak bergaya, tidak memaksakan diri
ikut seperti orang-orang. Kelihatannya saya tidak memiliki masalah ekonomi. Padahal,
mungkin saya sama dengan mereka. Masalah ekonomi sering muncul, hanya saya
pandai menyikapi saja. Tidak usah neko-neko.
Saya
dan suami sepakat tidak mau terjebak dalam lingkaran setan riba. Oleh karena
itu, kami tidak akan memaksa untuk membeli sesuatu bila tidak mampu. Sebisa mungkin
tidak menggali lubang utang. Bagi saya pribadi, cukuplah pengalaman orang tua
saya menjadi pelajaran untuk kehidupan rumah tangga kami. Saya dan suami bukan
orang kaya raya secara materi. Kami hanya kaya hati. Hidup kami tidah wah. Biasa
saja.
Suatu
hari, seorang teman bilang tanpa utang hidup tidak semangat. Dengan memiliki
utang, kerja jadi semangat. (Saya tidak setuju, tapi saya tidak menyinggung
orang yang mengajak bicara saya maka saya hanya diam).
Banyak
yang tidak cocok dengan prinsip saya : jangan berutang. Utang itu memberatkan. Terima
uangnya sih enak, tapi nyicilnya yang berat. (Gara-gara tidak sependapat dengan
soal utang ini, saya pernah dinyinyiri. Hidup-hidup gue, kenapa gue nggak punya
utang kok malah seperti terdakwa. Hiks-hiks-hiks)
Ah,
mungkin benar kata orang kalau hidup saya menyenangkan tanpa beban. Semoga apa
yang dikatan teman-teman merupakan doa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar