Satu
minggu telah berlalu, si kecil sudah mulai nyaman untuk ke sekolah. Saya sangat
bersyukur dengan kemajuan si kecil. Mungkin bagi orang tua yang lain, anak-anak
sekolah sudah tidak ada masalah. Akan tetapi bagi saya dan suami, tidak mudah
untuk “memapankan” si kecil masuk sekolah kembali.
Sejak
kelas I, si kecil memang tidak mau sekolah. Hingga sebelum kenaikan kelas, si
kecil sudah berpesan kalau dia tidak akan sekolah lagi di kelas II. Tidak main-main,
dia hanya ingin beternak kambing, sapi, ikan dan ayam. Cita-citanya adalah
memiliki peternakan/pembibitan sapi.
Oleh
karena si kecil tidak main-main, maka saya mengajak si kecil supaya tetap
kembali ke sekolah. Caranya adalah dengan membelikan baju seragam baru, sepatu
dan kaos kaki, dan lain-lain. Malamnya kami sudah mempersiapkannya.
Ternyata,
pagi harinya ada insiden yang tidak kami duga sebelumnya. Si kecil benar-benar
tidak mau sekolah. Saat kami suruh bangun dari tempat tidur, si kecil merasa
tidak nyaman maka menangislah. Setelah mandi, mau dipakaikan baju dan celana
seragamnya juga tidak mau. Saya harus sabar menghadapi semua ini pada pagi
hari.
Kerja
sama dengan suami membuahkan hasil. Si kecil dengan terpaksa berhasil dinaikkan
sepeda motor. Saya bisa sedikit lega. Di sekolah, pikiran saya kembali pada si
kecil. Saya khawatir anak tersebut ngambek di sekolah.
Siang
hari, saya bermaksud untuk mengantarkan pakaian ganti di taman penitipan anak. Alangkah
terkejutnya saya, melihat si kecil berada di halaman depan taman penitipan
anak.
“Mama,
aku ikut ke sekolah Mama.”
Saya
tidak bisa menolak. Akhirnya, setelah ganti baju, si kecil saya ajak ke
sekolah. Di jalan si kecil bilang kalau dia berani pulang dari sekolah menuju
penitipan. Rencananya besok dia juga akan pulang bersama anak penitipan
lainnya.
Saya
tahu, tiap pagi pasti akan terjadi peristiwa yang menghebohkan. Walaupun si
kecil sudah berjanji akan “tertib” ke sekolah, tetap saja dia ogah-ogahan kalau
diminta untuk memakai baju seragam.
Kesabaran
saya selama seminggu membuahkan hasil. Si kecil tidak lagi “membuat ulah” di
pagi hari. Awalnya, dia tidak mau pulang ke penitipan anak. Dia ingin pulang
menuju kantor Ayahnya. Oleh karena dia tidak berani berjalan sendiri ke kantor
Ayahnya, maka terpaksa dia pulang ke penitipan anak. Dengan demikian, saya tak
perlu emosi lagi.
Selain
masalah berangkat dan pulang sekolah, kemajuan kecil yang ditunjukkan si kecil
adalah dengan kesadaran sendiri, dia mau belajar membaca dan menulis. Setiap malam
sebelum tidur, dia mau belajar. Bila sore hari saat jadwalnya latihan
tenis/badminton, si kecil juga mau mencicil belajar dengan membaca buku.
Saya
benar-benar terharu, tidak menyangka sama sekali kalau si kecil bisa mapan
karena kesadarannya. Kini tak ada lagi adegan menangis di pagi hari. Pada siang
hari yang ada adalah si kecil menunggu saya di penitipan anak sambil bermain
bersama temannya. Ketika saya datang, dia akan bilang pada temannya bahwa dia
akan pulang dan minta tolong pada temannya untuk menyampaikan pada pengasuh.
Meskipun
sudah mapan dan tertib, sesekali si kecil bilang,”besok kelas III aku nggak
sekolah lagi, mau memelihara sapi.”
00000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar